Powered By Blogger

Thursday, June 30, 2016

Puisi Cinta

Sebenarnya ini bukan tentang kematianmu, bukan itu. Karena aku tahu bahwa semua yang ada pasti menjadi tiada pada akhirnya, dan kematian adalah sesuatu yang pasti, dan kali ini adalah giliranmu untuk pergi, aku sangat tahu itu.

Tapi yang membuatku tersentak sedemikian hebat, adalah kenyataan bahwa kematian benar-benar dapat memutuskan kebahagiaan dalam diri seseorang, sekejap saja, lalu rasanya mampu membuatku nelangsa setengah mati, hatiku seperti tak di tempatnya dan tubuhku serasa kosong melompong, hilang isi.

Kau tahu sayang, rasanya seperti angin yang tiba-tiba hilang berganti kemarau gersang.

Pada airmata yang jatuh kali ini, aku selipkan salam perpisahan panjang, pada kesetiaan yang telah kau ukir, pada kenangan pahit manis selama kau ada, aku bukan hendak mengeluh, tapi rasanya terlalu sebentar kau disini.

Mereka mengira aku lah kekasih yang baik bagimu sayang, tanpa mereka sadari, bahwa kaulah yang menjadikan aku kekasih yang baik.
Mana mungkin aku setia padahal memang kecenderunganku adalah mendua, tapi kau ajarkan aku kesetiaan, sehingga aku setia, kau ajarkan aku arti cinta, sehingga aku mampu mencintaimu seperti ini.

Selamat jalan, kau dari-Nya, dan kembali pada-Nya, kau dulu tiada untukku dan sekarang kembali tiada.
Selamat jalan sayang, cahaya mataku, penyejuk jiwaku, selamat jalan calon bidadari surgaku

-Bacharuddin Jusuf Habibie -

Saturday, June 25, 2016

Berkunjung ke rumah eyang Habibie!

Bismillaah

25/06/2016, merupakan salah satu momen bersejarah dalam hidup. Bagaimana tidak? Mengunjungi secara kekeluargaan rumah seorang presiden ke-3 Indonesia, bacharuddin jusuf habibie.

Melalui hubungan yang baik antara kantor dan beliau, sebanyak lima orang berkesempatan hadir sebagai tamu dan membantu kelancaran jalannya acara ulang tahun eyang yang kedelapanpuluh, dan ini adalah syukuran spesial milad eyang yang pada tahun-tahun sebelumnya tak pernah diadakan.

Bersama ibu Nana (direktur Pendidikan), madame Farah (wapim departemen Bahasa), teh Lindu (staf departemen Akademik), dan mba Yuni (sekretaris CEO), kami berangkat seperti biasa dengan mobil kantor menuju kediaman habibie di Patra Kuningan Jaksel.

Tidak semua orang bisa masuk ke rumahnya, maka tak ada alasan terbaik bagiku untuk menolak untuk jadi bagian yang datang ke rumah eyang habibie nan super cerdas dan bersahaja.

Sesampainya di sana suasana masih persiapan-persiapan kecil, belum seramai dan sesibuk sore hari. Kami dipersilakan mengambil foto-foto di rumah eyang, "apa yang bisa kami bantu?", ucap salah seorang rekan kepada kepala kerumahtanggaan habibie.

"sejauh ini belum, foto-foto dulu saja", ucapnya sambil tertawa kecil. Sesaat kemudian beliau menunjukkan kami rundown acara hari itu yang telah di acc oleh bapak Rubijanto.

Benar saja kamipun mengelilingi rumah habibie pada waktu sore menjelang  ashar kemarin. Syahdu rasanya, alami, rumah beliau harum semerbak bunga, mungkin ada seratus kiriman rangkaian bunga di rumahnya hari itu. Mulai dari keluarga dekat, sahabat, kerabat, pejabat, dan sederet orang-orang hebat di Indonesia.

Semua mendo'akan eyang. Mayoritas bunga yang dikirim adalah anggrek bulan, cantik. Seorang kawan berkata, "itu karena almarhumah Ainun suka sekali dengan anggrek bulan.."

Dinding rumah beliau penuh dengan lukisan yang mayoritas adalah kaligrafi, foto-foto almarhumah Ainun pun ada di mana-mana, sesekali kudekati dan kubaca sebuah puisi tentang almarhumah di dinding rumahnya, belum apa-apa mataku sudah basah, cinta abadi dan dibangun dengan loyalitas dunia-akhirat yang tak terasa telah lebih dari lima dasawarsa.

Kolam ikan yang begitu natural sebab terbuat dari kaca, yang penuh dengan warna-warni ikan koi tentu semakin menghidupkan rumah eyang, apalagi itu terletak dekat dengan perpustakaan Habibie-Ainun yang bersebelahan dengan taman hijau nan rindang penuh kicauan burung-burung yang terbang bebas, tanpa sekat-sekat kandang.

Tak jauh dari sana, ada lukisan besar bernuansa hitam putih, habibie-ainun yang sedang berboncengan sepeda dengan tagline, "Cinta Tanpa Batas". Kuperhatikan betul semua sisi rumahnya, segala cerita dan sejarah hidup eyang seperti berkelibat langsung dipikiran-pikiranku.

Plafon-plafon yang dibangun dengan ukiran jawa, lantai dengan gambar negara Indonesia, foto-foto keluarga, serta dinding kayu dan kaca membuat rumah eyang sangat elegan dan sangat Indonesia.

Dari seluruh tempat di rumah beliau, hanya satu titik yang sangat menarik pandanganku. Perpustakaan Habibie-Ainun. Perpustakaan yang dulu kulihat ditelevisi. Pertama kali melihat dilayar kaca saja aku ingat benar apa yang kukatakan, "ah bagus banget, ya Allah mau ke sana! mau buat perpus kayak punya eyangggg".

Adzan ashar pun akhirnya berkumandang setelah lama berjalan-jalan di pendopo Habibie-Ainun, rasanya kami bukan tamu di sana, melainkan seperti keluarga, mondar-mandir, duduk di mana-mana, tak ada yang melarang kami. Satu kabar gembira yang kudengar adalah, "shalatnya di perpustakaan habibie-ainun ya.." rasanya aku ingin berlari saja untuk sampai di sana!

Ketika masuk pertama kali, mataku rasanya tak mau berkedip. Hamparan sajadah, hamparan buku, hamparan sejarah.

Perpustakaan dua tingkat dengan sebuah tangga cantik, foto saat eyang masih menjadi presiden, rentetan penghargaan eyang, miniatur-miniatur pesawat kesukaan eyang, dan pemandangan lepas ke taman hijau sebelah perpustakaan sangat menenangkan dan menyenangkan.

Kudekati satu persatu rak buku eyang, kulihat buku-buku yang pernah dibacanya, beberapa buku yang kubuka adalah buku yang dikirimkan langsung oleh si penulis kepada eyang. Rasanya seperti semua orang menyayangi sosok super cerdas dan bersahaja itu.

Ah perpustakaan itu, aku harus punya ruang baca dan penyimpan buku seindah itu.
Sekitar pukul 16.30 tamu undangan sudah banyak berdatangan, kami berlima ditambah ka Reyra dan teh Dara, diminta membantu menerima tamu undangan di tempat buku tamu. Di sana kami bertemu dari mulai tetangga dekat sekumpulan ibu-ibu pengajian bersama almarhumah Ainun, hingga mereka yang sangat terkenal dan berkali-kali kita lihat di layar kaca. Rangkaian bunga pun selalu berdatangan dan belum berhenti hingga malam menjelang.

Di tengah ramainya buka bersama, shalat maghrib tetap dilaksanakan dengan khusyuk di perpustakaan habibie-ainun, hingga shalat isya, dan tarawih. Betapa tawazunnya kehidupan eyang. Betapa tidak sombongnya eyang, dengan akal cerdas dan segala kebaikan hidup yang Allah limpahkan, dunia ternyata tidak mengalihkannya.

Setelah itu, acara dilanjutkan dengan ramah tamah bersama eyang, kami bersalaman dan mendo'akan segala kebaikan untuk habibie. Tangan keriput eyang membuatku teringat akan sosok almarhum kakek yang paling kusayang, Angku.

Banyak ibrah yang bisa diambil hari itu.
Alhamdulillaahilladzi bini'matihi tatimmushalihaat.

Miruka Angguna
Ahad, 26/06/2016
10.43 am

Wednesday, June 15, 2016

Mengajar = Belajar

Bismillaah

Tiada profesi yang paling membuat nyaman selain guru dan menjadi seorang ibu. Setidaknya itu yang saya amati dan mulai rasakan. Saya tidak pernah menyangka akan menjadi seorang guru dimasa mendatang, saya sempat berpikir akan menjadi seorang wanita karier kala itu.

Kini kelas menjadi tempat akrab yang selalu dijalani, belajar menjadi sebaik-baik guru yang bukan hanya mentransfer ilmu tetapi membuat mereka mengerti dan bermanfaat bersama ilmu tersebut. Juga belajar menjadi seorang guru yang tidak melulu bicara ilmu dunia tetapi juga membentuk akhlak mereka, menjadi teladan baik bagi mereka.

Saya ingat benar tangga awal belajar menjadi seorang pengajar ketika menjadi mentor di sekolah hingga di kampus, dari sana saya menemukan titik terang bahwa Ya, amalan inilah yang menarik hati, berbagi ilmu ukhrawi dan duniawi, berlomba dalam kebaikan, menebar inspirasi, j'adore ça.

Meski ibu ayah sempat meragu, benarkah mengambil program bahasa? Benarkah bisa menjadi seorang guru? Namun akhirnya Allah juga yang menentukan jalan. Akhirnya saya sampai pada titik ini, sejengkal demi sejengkal. Menjadi manusia bermanfaat, teladan baik, dan inspiratif adalah passion terbesar yang mendominasi.

Teruntuk siswa/i tercinta, ilmu bahasa memang bukan segalanya, namun semoga ia kelak dapat memberimu manfaat. Bahasa prancis yang kau punya, menjadi jembatanmu dalam menggapai cita dan menaklukkan dunia, kelak, jadilah manusia bermanfaat ya. Je vous aime les enfants.

Guru bukanlah tempatnya segudang ilmu, sebenar-benarnya ilmu yang kita miliki tidaklah banyak. Saat  ilmu itu DIBAGI kepada yang lain, barulah di sana ilmu yang memang sebenarnya milik kita.

Thursday, June 9, 2016

NR

Bismillaah

Heloo, NR, aku lupa kapan tepatnya tanggal pertama kali kita saling sapa setelah masa MPA berakhir, katamu kau mengenalku karena aku naik ke atas panggung itu hehe. Hanya satu yang kuingat, entah, pertama kalinya hidup di dunia kampus ada seorang akhwat sepertimu yang rutin menyapaku dan berpenampilan sangat akhwat-pondok.

Kerudungnya yang sangat ala ala pondok begitu khas kuingat. "Milka kamu ikut SHOW ngga?" itulah kalimat pertamanya lepas maghrib jelang keberangkatan peserta SHOW. Aku hanya bisa menyayangkan diriku yang kala itu tidak bisa ikut SHOW karena dalam masa-masa genting belajar memilih prioritas. Hatiku condong untuk mengisi mentoring di sekolah kala itu. Sebab guru mengajiku hanya memberi dua pilihan, pilihlah agenda yang jika kamu tinggalkan aktivitasnya berhenti.

Selanjutnya akhwat berpenampilan pondok itu dan aku masih saling tegur sapa dan bertukar senyum hangat. Hingga tibalah sebuah masa di mana ALLAH benar-benar menyatukan hati kami.

Revival Camp With FBS. Kau mendaftar, aku mendaftar, ya, kita akan segera bertemu di tempat itu.

Masih belum akrab, berada dalam satu bis yang sama menuju Curug Cilember, kita berjajar rapi dengan DH tersayang. Pokoknya malam itu kita menempel kemana-mana.

Hingga saat segala aktivitas dimulai, kita bersama, ya hampir di setiap aktivitas. Bahkan kita sempat mengambil sebuah foto bersama, dan (maasyaaAllah) rasanya kala kulihat fotonya kembali, pose foto kita rasanya sudah seperti kawan lama saja. Terlihat begitu akrab.

Lepas agenda itu pun kita kembali diikat dengan agenda lainnya, seterusnya, dan seterusnya. Sampai pada masa aku menginap di kosanmu, kamu menginap di kosanku. Kemudian kita saling mendongkrak iman dan ibadah kita. Pun sampai kamu merawatku kala sakit, dan aku merawatmu kala sakit. Makan bersama kala atm kita sama-sama tidak bersaldo (ahaha). Aku mengenal ibu ayah dan kedua adikmu, kamu pun bertemu ibu ayah dan kakakku. Kita saling meminjam baju. Kita bertukar hadiah. Kita menangis bersama, terbahak-bahak bersama, syahdu dalam renung diri bersama, bahkan sempat pula saling diam karena berbeda pendapat. SEGALANYA pernah.

Lalu, apakah masih ada hal yang kurang membuktikan bahwa kamu adalah saudari terbaikku? Sekali-kali tidak.

Aku berani mengatakannya NR, bahwa aku mencintamu karena-Nya.

Uhibbuki fillah..lillah..billah..

Fawatsiqillahumma rabithataha.

Isak tangis terakhir saat tahu bahwa kita akan terpisah waktu dan amanah masih kubawa sampai ke rumah hari itu. Aku berusaha keras menahan air mata yang rasanya ingin sekali terjatuh dihari perpisahan. Tetapi seketika malah jadi menderas kala melihat segala kenangan kita tergores dalam sorot mata dan pelukanmu hari itu.

I love you, my dearest ukhti :)

A special blog to you Siti Nurul Hidayah.

M.A.
Jakarta bagian Menteng
23.04 wib