Menurut laporan Bank Dunia No. 16369-IND dan studi IAEA (International Achievement Education Association) tahun 1992 di Asia Timur, tingkat terendah membaca anak-anak dipegang oleh Indonesia
dengan skor 51,7, di bawah Filipina (skor 52,6), Thailand (skor 65,1),
Singapura (skor 74,0) dan Hongkong (skor 75,5). Bukan itu saja,
kemampuan anak-anak Indonesia dalam menguasai bahan bacaan juga rendah, hanya 30 persen. Data lain juga menyebutkan, seperti yang ditulis oleh Ki Supriyoko ( dikutip Yardi, 2003), disebutkan dalam dokumen UNDP dalam Human Development Report 2000, bahwa angka melek huruf orang dewasa di Indonesia
hanya 65,5 persen. Sementara Malaysia sudah mencapai 86,4 persen, dan
negara-negara maju seperti Australia, Jepang, Inggris, Jerman, dan
Amerika Serikat umumnya sudah mencapai 99,0 persen.
Menurut Masduki (1997: 36) faktor penyebab rendahnya kemampuan membaca siswa Indonesia sebagaimana yang telah diuraikan tersebut di atas antara lain: 1) kemampuan berbahasa Indonesia yang kurang, 2) minat baca yang lemah, 3) kondisi perpustakaan sekolah yang kurang menunjang, dan 4) dorongan orangtua yang juga lemah. Ketertinggalan Indonesia
dibandingkan dengan bangsa lain dapat diakibatkan karena kekurangan
membaca. Bayangkan, Indonesia yang jumlah penduduknya mencapai lebih
dari 200 juta jiwa, hanya menerbitkan sekitar 6000 judul buku yang
terbit setiap tahunnya. Sementara itu, Malaysia
menerbitkan 10.000 judul setiap tahunnya. Bandingkan dengan Jepang yang
menerbitkan sebanyak 44.000 judul, Amerika Serikat 100.000 judul dan
Inggris 61.000 judul (Utama, 2003).
Jika dibandingkan dengan masyarakat Barat dan Jepang, minat dan kebiasaan membaca masyarakat Indonesia memang relatif lebih rendah. Menurut Tampubolon (1993:v), masyarakat Indonesia
umumnya masih berada dalam proses transisi dari budaya lisan ke budaya
tulisan. Kebiasaan membaca dan menulis masih belum berkembang sepenuhnya
pada anggota-anggota masyarakat. Kecenderungan mendapatkan informasi
melalui percakapan (dengan lisan) tampaknya masih lebih kuat daripada
melalui bacaan (dengan tulisan). Kecenderungan ini dapat dilihat dari
kenyataan bahwa minat baca di kalangan siswa dan mahasiswa relatif masih
lemah. Anjuran yang sering terdengar dari pihak pemerintah dan berbagai
kalangan pemimpin masyarakat untuk meningkatkan minat dan kebiasaan
membaca adalah juga merupakan bukti kecenderungan di atas.
Minat
dan kebiasaan membaca yang baik menurut Tampubolon (1993: v), sebagai
bagian penting dari budaya tulisan, tak mungkin dimiliki dalam waktu
singkat. Pengembangannya makan waktu yang relatif lama, dan harus
sejalan dengan perkembangan pendidikan para anggota masyarakat pada
umumnya. Di samping itu, sarana-sarana pendukung, terutama tersedianya
buku-buku bacaan yang harganya terjangkau oleh masyarakat umumnya, dan
perpustakaan-perpustakaan di semua tingkatan daerah, terutama di
kecamatan dan desa, sangat perlu diusahakan. Dalam hubungan tersedianya
buku-buku bacaan dimaksud, motivasi untuk menulis (mengarang) bagi para
penulis buku perlu diperhatikan, khususnya berupa royalti yang pantas
dan diberikan sepenuhnya pada waktunya, serta pelaksanaan Undang-undang
Hak Cipta yang ketat dan tegas.
Pengembangan
minat dan kebiasaan membaca yang baik harus dimulai sedini mungkin pada
masa anak-anak. Orang tua, terutama ibu, dan guru-guru, terutama guru
Kelompok Bermain, Taman Kanak-kanak, dan Sekolah Dasar kelas satu hingga
kelas tiga, mempunyai peranan yang sangat menentukan dalam usaha-usaha
pengembangan ini. Pengembangan minat dan kebiasaan membaca harus dimulai
dari rumah (Tampubolon, 1993: v-vi). Sementara sekolah berkewajiban
untuk membina minat dan kebiasaan membaca yang telah dikembangkan di
rumah.
Telah
diuraikan di atas bahwa pengembangan minat dan kebiasaan membaca harus
dimulai sedini mungkin. Keluarga merupakan lingkungan yang pertama
dikenal anak. Sebagian besar waktunya dihabiskan bersama keluarga. Oleh
karena itu tidaklah mengherankan jika anggota keluarga merupakan orang
yang paling berarti bagi kehidupan anak. Maka jelas keluarga mempunyai
peranan yang besar dalam pembentukan minat baca (Martini, 1995:3).
Dalam
berbagai hasil penelitian, kegiatan membaca anak dan remaja antara lain
sangat dipengaruhi oleh keteraksesan mereka terhadap bahan bacaan.
Menurut Grey (1980) dan Morrow (1998), dikutip oleh Diem (2000:25) akses
terhadap bahan bacaan telah dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan
yang akhirnya akan melahirkan anak dan remaja yang berpenampilan tinggi
dalam berbagai prestasi bidang ilmu di sekolahnya masing-masing.
Menurut
Krashen (1996) dikutip oleh Diem (2000:27) akses tidak hanya berarti
ketersediaan buku-buku dan berbagai bahan cetak lainnya, tetapi juga waktu yang tersedia bagi siswa untuk membaca termasuk penyediaan tempat
yang tenang dan menyenangkan untuk membaca. Oleh karena itu, waktu
untuk membaca secara mandiri (bebas) perlu disediakan secara periodik.
Sumber:
http://portalminatbacasiswa.blogspot.com/
No comments:
Post a Comment