Selamat datang di bandara Sultan Hasanuddin, atau dikenal juga dengan bandara Ujung Pandang.
Ujung pandang???
KKL (Kuliah Kerja Lapangan) Mahasiswa/i jurusan bahasa Prancis UNJ angkatan 2011
22 - 24 April 2014
02.30 a.m till 11.00 p.m
And this is how the story goes...
Perjalanan ke Makassar ini dipandu oleh guide, atau bapak luar biasa yang kita panggil Pak Emir :)
Sungguh luas wawasannya, mampu menceritakan sejarah yang ada di Sulawesi Selatan dengan begitu menarik dan memunculkan rasa ingin tahu kami. Pembawaan yang santai, jenaka, memikat perhatian kami. Semoga Allah senantiasa memberkahi beliau :)
Sungguh luas wawasannya, mampu menceritakan sejarah yang ada di Sulawesi Selatan dengan begitu menarik dan memunculkan rasa ingin tahu kami. Pembawaan yang santai, jenaka, memikat perhatian kami. Semoga Allah senantiasa memberkahi beliau :)
Beliau menjelaskan, mengapa Makassar dikenal juga dengan sebutan Ujung Pandang? Alasannya karena dibagian ujung dari kota Makassar, dulunya terdapat budidaya daun pandan yang cukup besar, dan pelafalan pandan oleh orang Makassar menjadi sengau, "pandang" (CMIIW), nah itulah mengapa Makassar disebut juga dengan Ujung Pandang.
Perjalanan pertama kami menuju tempat peninggalan barang-barang bersejarah Kerajaan Gowa, yaitu Balla Lompoa. Bersyukur sekali mampu bertemu dengan salah satu keturunan raja Gowa, yang ternyata dalam waktu dekat beliau akan dilantik menjadi Raja Gowa.
Bangga sekali dapat berkunjung ke sana, mengetahui betapa kayanya negara Indonesia, kaya akan sejarah, kaya akan filosofi. Terlebih bangga hati ini dipicu juga oleh kejayaan Islam pada Kerajaan Gowa saat itu.
Selanjutnya setelah makan siang, kami melanjutkan petualangan menuju Benteng Somba Opu, di mana banyak ditemukan Tongkonan atau rumah adat masyarakat Sulawesi, yang paling menarik tentu saja penuh cerita mistik di dalamnya :)
Masih kurang rasanya jika belum berkunjung ke Tanah Toraja. Tanah di mana adat istiadat masih begitu dipegang kuat. Khususnya pengadaan pesta-pesta dengan pemotongan kerbau atau babi. Cerita menarik yang saya dapat dari pak Emir adalah ketika ada sanak keluarga yang meninggal, hukumnya adalah WAJIB untuk dipestakan, tujuannya untuk mengantar perjalanan ruh ia yang sudah meninggal ke surga. Namun mereka yang tidak mampu membeli kerbau dan melaksanakan pesta kematian harus menahan jasad dari mayat keluarganya di dalam Tongkonan yang kita lihat di atas. Sanak keluarga yang meninggal dan belum dipestakan dianggap belum mati, hanya sakit, dan keberadaannya masih tetap di dalam rumah, dalam keadaan digantung, diawetkan, diberi makan dan minum. Merinding disko, w.o.w
Berikutnya kami melanjutkan perjalanan kami menuju makan Sultan Hasanuddin, sang Ayam Jantan dari timur. Hanya melihat-lihat sebentar dan membaca perjuangannya melalui mading yang ada di sana.
FYI, setiap pemberhentian perjalanan di tempat-tempat yang kami kunjungi, kami semua bertugas menjadi guide yang ceritanya sedang menemani turis asing, kami belajar menceritakan sedikit sejarah yang ada di tempat-tempat tersebut, en français bien sûr.
Setelah melewati hari yang cukup melelahkan, kami beristirahat sejenak di hotel yang telah disediakan. Kemudian pada malam hari kami melanjutkan kegiatan yang tak kalah penting bagi masa depan dalam dunia kerja kami. Table Manner Course. Bersama Mr. Jenner kami belajar tata cara makan à la Table Manner American's style and European's style. Ternyata yang sesuai dengan kita yang beragama Islam ya American's stye, mengapa? karena kita dipersilakan memindahkan garpu yang berada di tangan kiri ke tangan kanan kita :)
Satu hal yang dirasa tidak menarik adalah dengan banyaknya tata cara yang tidak biasa, makan malam rasanya begitu kaku. Table Manner oh Table Manner..
Hari kedua petualangan kami, Universitas Hasanuddin menjadi tujuan prioritas perjalanan kami. Bertemu mahasiswa dan mahasiswi jurusan bahasa Prancis prodi Sastra di sana. Mereka hangat sekali :)
Selanjutnya perjalanan diberhentikan sejenak di tempat makan yang luar biasa mantap, Sop Konro. Pas sudah habis baru inget kalau belum diabadikan dalam bentuk foto. Good -_-
Setelahnya kami berangkat lagi menuju Leang Pettakere, tempat peninggalan purbakala daerah Sulawesi. Pemandangannya, beuuuuuh. Subhanallah..
Menurut sejarah, Leang
Pettakere merupakan tempat tinggal nenek moyang kita sekitar 5.000 tahun yang lalu. Namun gua ini juga sempat menjadi tempat
penyimpanan harta kekayaan para bangsawan kala itu. Mistiknya, semua
budak yang membantu menyembunyikan harta kekayaan para bangsawan dalam
gua itu akan dibunuh setelahnya, sebab harta kekayaan itu terlalu
rahasia. Jika kita memasuki salah satu guanya, terdapat lukisan babi dan cap-cap tangan, tujuannya untuk menolak bala. FYI, di sepanjang jalan di sana banyak sekali kaki seribunya, jumbo-jumbo pula. Hiiiii
Setelah berpuas diri merasakan mistiknya Leang Pettakere, kami beralih ke Taman Nasional Bantimurung :D tempatnya orang-orang murung pada jaman baheula. Di sana terdapat sungai besar yang menarik wisatawan untuk berenang, terdapat pula tempat penangkaran kupu-kupu. Namun jika kita mau berjalan lebih jauh menembus hutan, kita akan menemukan kekayaan alam yang lebih dari itu, terdapat Gua Batu pada ujung hutannya, di mana Karraeng Bantimurung sering bertapa dan shalat di dalamnya. Beruntung beberapa dari kami sanggup menyempatkan diri ke sana. Menariknya juga ada beberapa kelelawar mini yang sedang bertengger di langit-langit gua saat itu..
Makan malam kami begitu nikmat, hangat dan berkeringat di Dapur Seafood hari itu :D Mengapa? Karena kami disediakan tempat khusus di mana terdapat fasilitas karaoke di dalamnya, fiuh :p
Sungguh, malam yang sungguh melelahkan bagi orang yang baru saja sehat dari gejala tifus :P
*intermezzo
Hari terakhir, rasanya berat melangkah keluar hotel dan menuju bus lagi, karena kami tahu ini adalah petualangan terakhir kami.
Perjalanan pertama dibuka dengan kunjungan panas menuju Pantai Losari pagi hari, di mana terik matahari begitu sempurna.
Selanjutnya kami menuju toko souvenir...
Persinggahan paling lama selain hotel :D
Setelahnya kami melanjutnya beberapa destinasi terakhir, yakni kunjungan ke monumen pembebasan Irian barat, monumen Mandala, di mana terdapat toko cokelat khas Sulawesi selatan di dekat sana.
Terakhir...
Kami berkunjung ke Makam pangeran diponegoro, bertemu dengan generasi ke-4 beliau di sana.
Benteng Fort Rotterdam.
dan Pelabuhan tradisional Palaotere.
Ditutup dengan early dinner Coto Makassar, dan selanjutnya kembali menuju bandara Sultan Hasanuddin. C'est difficile de quitter cette île. Sulawesi du Sud me manque.
Milka Anggun
Student of French department, UNJ
Semester VI