Bismillah
Bagi mayoritas kita mungkin hari senin merupakan hari terberat bagi aktivitas ba'da berakhir pekan, namun tidak dengan momen saat itu, 12 Rabi'ul Awwal tahun 11 hijriah yang tepat jatuh di hari senin, momen di mana bai'at Abu Bakar radhiyallahu 'anhu dilaksanakan penuh khidmat.
"Wahai manusia! Aku benar-benar telah diangkat untuk memimpin kalian, padahal aku bukanlah yang terbaik di antara kalian. Jika aku benar maka bantulah aku, tapi jika aku salah koreksilah aku. Kebenaran adalah amanat dan dusta adalah khianat..." pidato singkat nan abadi dari seorang Abu Bakar, ia baru saja mengemban amanah khalifah perdana di antara para sahabat sepeninggal Rasulullah shalallahu 'alaihi wassalam.
Perang Yamamah mengingatkan kita pada prestasi sang khalifah, Abu Bakar bersama pasukannya berhasil menebas gerakan Musailamah Al Kaddzab! Tokoh yang mengaku sebagai nabi baru, dengan izin-Nya ia tewas bersama kurang lebih 12.000 pasukan lainnya.
Dalam posisi tadi, insan biasa akan timbul rasa puas, bangga diri, atas kemenangan yang diraih. Euforia yang beresiko mengubur diri ke dalam riuh tepuk tangan pasukan perang yang masih hidup. Namun justru lain hal dengan Abu Bakar, ia malah kembali memikirkan masalah baru, wafatnya 4.000 pasukan kaum muslim penghafal dan penjaga Al Qur'an.
"Faidzaa faraghta fanshab," maka apabila engkau telah selesai (dari suatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain).
[Qs. Al Insyirah : 7]
Maka setelah peristiwa kemenangan itu, Abu Bakar mulai memikirkan solusi, mencari penerus para syahid yang menyimpan Qur'an dalam dadanya. Bentuk antisipasi agar angka para penghafal dan penjaga Al Qur'an tak semakin berkurang, bilamana terjadi perang kembali.
Musyawarah pun terjadi saat itu bersama menteri paling setia, Umar bin Khattab. Meski awalnya menentang ide Umar, sebab khawatir berdosa dan khilaf dalam mengkitabkan ayat-Nya, namun lambat laun Allah subhanahu wata'aala membukakan hati Abu Bakar, hingga ia pun bersepakat dengan Umar. Dalam ikhtiyar pengumpulan ayat, Zaid bin Tsabit kemudian dipercaya sebagai penanggung jawab utama.
"Sesungguhnya engkau adalah seorang yang masih muda dan berakal cemerlang, kami tidak meragukanmu, engkau dulu pernah menulis wahyu untuk Rasulullah shalallahu 'alaihi wassalam, maka sekarang carilah ayat Al Qur'an itu dan kumpulkanlah!" Seru Abu Bakar penuh percaya diri kepada pemuda bernama Zaid itu.
"Maka akupun mencari dan mengumpulkan Al Qur'an dari pelepah kurma, tumpukan batu cadas, dan dari dalam dada para penghafal Al Qur'an", ungkap Zaid menaati sang khalifah penuh cinta.
Proses pengumpulan ayat tidaklah mudah, sekurang-kurangnya ia memerlukan dua syarat. Pertama, setiap mereka yang menyetorkan hafalan kepada Zaid, mestilah terjamin akhlak dan akurasi memori ingatannya. Syarat kedua, penulisan serta pembukuan setiap ayat harus disaksikan oleh 2 orang saksi, memastikan sinkronisasi antara yang dituliskan dan dilisankan para penghafal Qur'an.
Begitulah khalifah Abu Bakar, cintanya berapi-api terhadap kalamullah. Berupaya sepenuh jiwa memuliakan Al Qur'an, menjaga dan menjadikannya landasan dan aturan kehidupan.
Hingga wafatnya ia tetap memastikan bahwa Al Qur'an tak hanya akan terjamin di dada para hafidz, namun tertulis secara akurat untuk diteruskan penjagaannya kepada ribuan generasi di depannya kelak. Meski tak selesai pada masa kekhalifahannya, namun upaya pengumpulan ayat itu terus berlanjut hingga masa kekhalifahan berikutnya.
Kini, tiba masa kita meneruskan perjuangan Rasulullah, Abu Bakar, serta para khulafaurrasyidin dalam menjaga Al Qur'an, menjadikannya sebagai pedoman hidup, ruh, akhlak, hingga air wajah Qur'ani nan teduh dipandang, dalam basuh Asy syifa, yang Allah cipta di dalam Al Qur'an.
Note to myself,
(Milka Anggun)