Pertanyaan "kapan" seringnya dinikmati oleh yang bertanya daripada yang ditanya. Sebab jawabannya kerap penuh dengan harap dan do'a.
Pernikahan. Bagi yang belum mengecapnya, akan menanggapi pertanyaan "kapan" dengan berbagai reaksi. Ada yang galau-galau harap, ada yang tenang tersenyum, hingga yang menjawab dengan pertanyaan sarkas, "tanya kapan nikah terus, tanya dong kapan mati?" makjlebb.
Entah berawal dari mana, namun paradigma yang terbentuk seringkali, "sendiri menyedihkan, berdua amat bahagia". Iya sih ada benarnya, namun sungguh tak selalu. Orang-orang yang bersyukur, akan bahagia pada keduanya. Sendiri maupun berdua.
Menurut hemat saya, menikah, bukan perihal 'kapan' dan 'di mana'. Melainkan, 'dengan siapa' dan 'bagaimana'.
Kapan (?)
Pertanyaan yang memang perlu disegerakan jawabannya, namun jangan sampai tergesa. Sebab waktu sudah menjadi rahasia Allah. Sebagaimanapun kita bersegera menggapainya, jikalau Allah belum ridho, maka akan sulit mendapatkannya.
Di mana (?)
Begitupun tempat, kita tahu bahwa walimatul 'ursy yang elegan, insyaaAllah adalah yang sederhana. Tak perlu dipusingkan biaya gedung/hotel/apapun itu. Sebab menikah di KUA, rumah, atau masjid saja sudah cukup. Terpenting adalah Sahnya, bukan Mewahnya.
Kini, mari fokus pada persoalan penting.
Dengan siapa (?) kita akan membina rumah tangga. Sebab, seseorang yang akan membuat perjanjian besar dengan Allah (mitsaqan ghalizan) lah yang akan menjadi pasangan akhirat kita kelak.
Keberadaannya boleh jadi ujian yang mendekatkan kita kepada Allah, atau bahkan justru sebaliknya (na'udzubillah). Maka inilah yang menjadi persoalan penting dalam membina rumah tangga islami, dengan siapa.
Persoalan berikutnya adalah bagaimana (?)
Tentu ada banyak sekali cara menjemput atau menemukan pasangan hidup kita. Ikhwan yang baik, tentulah menghampiri akhwat dengan cara yang ahsan. Entah langsung mengutarakan kepada kita, kepada perantara terpercaya, kepada orang tua kita, atau yang paling luar biasa orang tuanya ikut menghampiri kita.
Bagi saya, KADAR keseriusan ikhwan dapat dilihat sesuai dengan tingkatan paling sulit, yakni melibatkan pihak orang tua. Sebab mereka sadar, bahwa di dalam ridho (kebaikan) dari kedua orangtuanya, ridho Allah pun akan terjamin di sana.
Kini kembalilah kita luruskan paradigma menikah. Semua pertanyaan tidak perlu dijawab cepat. Semua akan terjawab (insyaaAllah) seiring berjalannya persiapan ruhiyah, fiqriyah, maaliyah, serta jasadiyah kita. Dan yakinlah, Allah tidak pernah meragukan ikhtiyar dan pinta hamba yang tidak pernah meragukan-Nya.
Jadi, masih sempat galau-galau?
Siapkan jawaban! :)
Regards,
M.A