Bismillaah
Ada masa di mana semua hasrat ingin dipenuhi, semua yang nampak indah ingin dimiliki, semua yang orang lain mampu aku juga mau. Ya, kita ingat itu sebagai masa kanak-kanak. Di mana ibu selalu bersabar menjadi tempat aku mengadu ini dan itu, ditambah posisi anak bungsu, semakin jadi sifat manjaku.
Beranjak ke masa berikutnya, masa di mana aku mulai ingin sendiri, ibu tak perlu peduli, biar kuurus semua secara pribadi. Masa remaja, di mana ibu begitu sabar menghadapi kedua putrinya, yang beranjak remaja bersamaan.
Aku teringat, beberapa kisah nyata yang Allah titipkan dalam hidupku, yang dicipta-Nya agar menjadi saksi nikmat dan syukur dalam masa remajaku. Kisah yang terukir kala aku ingin kembali mengadu pada ibu.
Suatu saat menjelang tes masuk jenjang Sekolah Menengah Atas, ada satu sekolah rintisan berbasis Internasional yang menjadi impian setiap anak, serta menjadi impian setiap orang tua sebab agama menjadi penyeimbang pendidikan di dalamnya. Sedang aku, selalu meragu, tidak yakin apakah mampu. Hingga tersedulah disujud yang dalam kala itu. Ikhtiar menjalani semua semampuku. Mengambil soal-soal ujian SMP, try out, UAS, Ulangan harian, Latihan, dan seterusnya. Sementara yang lain mampu belajar dalam lembaga bimbel, aku hanya belajar di rumah bersama seorang kakak.
Satu yang kuingat, selepas ujian tes masuk itu. Ibu bercerita, bahwa dalam dhuha rutinannya pagi itu, ibu tersedu mengadu kepada Allah agar aku diterima di sekolah itu, dengan tujuan agar anaknya mendapat tempat belajar yang baik untuk dunia dan akhiratnya.
Dan, sesuai dengan qadar Allah, aku diterima.
Kisah lainnya terjadi pada saat perlombaan bahasa asing di sekolah. Guruku meminta agar aku menjadi salah satu perwakilan sekolah dalam lomba membuat artikel bahasa Prancis tingkatan Sma yang diadakan oleh duta besar Prancis saat itu.
Hal yang kuingat, saat kuketik naskah lomba milikku, aku meragu, tidak yakin apakah aku mampu membanggakan sekolahku. Di saat yang bersamaan ibu datang dan memberiku segelas teh hangat sambil berkata, "ibu selalu mendo'akan yang terbaik, nak :) Menang atau kalah tidak masalah, apapun yang terbaik.."
Dan, sesuai dengan qadar Allah, tulisanku menjadi pemenang bersama empat orang lainnya yang tersebar di beberapa sekolah di Indonesia.
Tak lupa juga pada kisah menjelang kelulusanku, aku meminta pada ibu agar kembali menyekolahkanku di Universitas pilihan. Tetapi ibu tidak berani menjanjikan soal biaya, ibu hanya berkata, berusahalah mencari beasiswa jalur prestasi. Lagi dan lagi aku yang lemah ini tidak yakin akan kemampuanku, yang aku lakukan hanya terus menjalankan tugas untuk selalu berikhtiar dan meminta kepada Allah.
Meski aku telah diterima di Universitas pilihan, biaya masuk sebesar 5 juta masih menjadi beban ibu. Ibu hanya berkata, "kita usaha ya, terus berdo'a, setiap hari ibu berdo'a meminta kelancaran pendidikanmu kepada Allah, nak.."
Dan, sesuai dengan qadar Allah, saat masa pendaftaran ulang tiba, ibu dan aku menjadi antrian pertama, lalu petugas BAAK membuka loket dan hanya meminta pin bidik misiku, selanjutnya aku dinyatakan resmi bebas dari biaya masuk dan seterusnya.
Bukanlah kehebatan dan kemampuan diri seorang anak yang menjadi tolak ukur apa yang telah didapatnya hari ini, tetapi di balik pencapaianmu, ada ridha dan pinta seorang Ibu, setiap do'a dan tetesan air matanya lah yang menggetarkan 'Arsy Allah subhanahu wata'ala, untuk meridhoi segala harap :)
Aljannatu tahta aqdaamil ummahat..
-MA-
No comments:
Post a Comment