Ayah, sudah seratus hari tiada suara pintu rumah berderit pelan di malam hari menjaga agar yang telah terlelap tak terbangun lagi, tiada lagi salam seorang lelaki yang terlihat begitu teduh sepulangnya dari masjid di belakang rumah kecil ini.
.
Ayah, tiada takdir yang akan diratapi dalam rumahmu ini, mereka hanya mampu rindu sesekali sambil mengucap "Pa, kami rindu", kemudian merapal do'a dan harapan kenikmatan alam kubur bagimu.
.
Ayah, masih ada permintaan dan harapan besar kau yang belum tertunaikan. Kelak kau ingin mengantar mereka pada seorang takdir yang akan menyempurnakan separuh Dien mereka, kau ingin juga menggetarkan 'Arsy-Nya saat mitsaqan ghalizan terjadi, serta ingin melihat jundullah baru bertebaran dimuka bumi.
.
Ayah, kau telah berpesan kepada kedua putrimu, agar mereka bersegera dan melihat bagaimana sang takdir menjaga Dien miliknya. Sebab kelak, takdir itulah yang akan menggenapkan sebagian milik kedua putrinya.
.
Lalu lihat kesantunannya, tanggung jawabnya, dan kegemarannya untuk membantu orang lain.
.
Mereka pun akhirnya menyadari, bagaimana beban yang dirasa seorang ayah dengan dua orang putri. Mereka juga akhirnya memahami, mengapa kemarin hari, Ayah yang begitu bersemangat mengikatkan mereka dengan seorang takdir mereka. Tersebab ketiadaan kau, Ayah, mereka baru dapat membaca lamat-lamat segala rasa dan kekhawatiran itu.
.
Ayah, kelak akan kau saksikan dari sana, mereka-mereka yang akan menggenapkan separuhnya lagi, insyaAllah.
.
#100hariberlalu
Pepatah Yunani kuno berkata: "Scripta Manent, Verba Volant". Yang tertulis akan abadi, yang terucap akan hilang bersama hembusan angin.
Friday, February 17, 2017
Catatan kecil tentang 'menggenapkan'
Subscribe to:
Posts (Atom)