Pada masa-masa kenaikan siswa SMA ke tingkat 2, kala
itu tentu masih harus melewati penjurusan sesuai dengan minat dan bakat.
Kebetulan di sekolah hanya ada dua program, yakni IPA dan IPS. Suatu hari ada
seorang anak remaja berumur 16 tahun yang mantap sekali memilih jurusan IPS
karena tiga alasan. Pertama, ia tidak suka pelajaran EKSAK. Kedua, ia adalah
penghafal yang ulung (menurutnya). Ketiga, hanya dijurusan IPS-lah yang memfasilitasi
pelajaran bahasa kegemarannya, bahasa Prancis.
Sekitar bulan Februari, 2010. Ketika itu ia sedang duduk berdua dengan
kawan barunya yang datang dari Riau, mereka banyak berbincang tentang banyak
hal yang mana salah satunya mengenai pelajaran bahasa,“Mil, tolong ajari aku
bahasa Prancis ya... aku belum pernah mempelajarinya.” Ucap kawan barunya
meminta dengan malu-malu. “InsyaAllah, oke! hehe” jawab anak siswi itu cengengesan
tanda sepakat.
Tak lama kemudian pelajaran dimulai, seorang guru kesayangan yang begitu enerjik
dan cantik memasuki ruang kelas kemudian memberi mereka instruksi untuk membuka
buku tugas bahasa Prancis. Ketika sang siswi bersama kawan barunya tadi sedang
asyik berbincang melanjutkan obrolan yang terputus tadi, Madame (panggilan untuk guru bahasa Prancis) datang menghapiri
mereka. “Eh ayok kita kerjain lagi
tugasnya!Ada madame tuh” kata si siswi mengajak kawannya. Tetiba Madame mendekat dan menyampaikan pesan, “Mil,
bimbing kawan barumu ya.” kata sang Madame
sambil tersenyum, dengan binar mata yang
mempercayakan anak Riau itu pada sang siswi.
“Oke Madame, siap InsyaAllah…” balas si siswi semangat dan
menangkap amanah yang seketika Madame titipkan,
syukur siswi itu memang gemar dengan bahasa Prancis. Kemudian Madame kembali mengitari setiap meja di
ruang kelas kala itu, bertanya dengan sabar hal-hal yang tidak dimengerti
terkait tugas mereka. Hingga sampailah lagi guru tersebut dimeja siswi yang
gemar dengan bahasa Prancis tadi. “Iya
Madame, kami sedang belajar bersama :D hehe” kata siswi itu membela diri. “Eeh
bukan atuh.. Madame mau kasih kamu info.” Kata guru itu tertawa kecil dan sedikit lebih mendekat kepada siswinya.
“Saya ada info lomba bahasa Prancis nih Mil, kamu mau ikutan enggak?”
Timpal guru gaul nan enerjik itu menawarkan.
“Waaaaaw!!! Mauuu bangeettt Madame!” Jawab siswi itu girang seketika. Meski
dalam hati dan pikirannya sedikit bimbang karena menulis adalah kegemarannya,
sedang berbicara hal yang tidak banyak dikuasainya. “Tapi... lombanya berbentuk apa Madame? Saya mah ngga bisa ngomong
Madame :(”
“Tenang, jadi bentuk lombanya itu membuat artikel, nanti dikirim ke Duta
besar Prancis, karena pihaknya yang mengadakan lomba juga dalam rangka
merayakan hari berbahasa Prancis sedunia. Nanti kamu dan beberapa teman akan
saya ajak. Buat tulisan tentang Negara Prancis ya?? Bisaaa??” Tantang guru
tersebut.
“InsyaAllah saya coba! tapi ngga dipresentasiin kan ya Madame?? Hehe”
“Tenang aja, lomba nulis kok, hehe. Tapi menulisnya dengan bahasa Prancis
ya, minimal kamu buat satu halaman.” Kata beliau
sambil tersenyum senang sebab ada siswinya yang menyanggupi tawaran yang tidak
banyak menginginkannya. Kemudian siswi tersebut berpikir ulang dan hanya
menjawab dengan senyuman lebar, seakan masih ada keraguan dengan kompetensi
dirinya.
Selama beberapa minggu, siswi tersebut bekerja keras. Mencatat beberapa tema
menarik yang terlintas dibenaknya, kemudian menentukan satu tema yang paling
pas, mengumpulkan banyak referensi bacaan, kemudian berusaha merangkai kalimat
demi kalimat dalam bahasa Indonesia yang selanjutnya akan ia terjemahkan ke
dalam bahasa Prancis, terakhir ia baru menentukan judul dari tulisannya. Ya, itulah
kebiasaannya, terbiasa membubuhkan judul ketika telah menyelesaikan tulisannya.
Setiap melanjutkan perjuangan dalam menyelesaikan tulisan, ia pasti bekerja
hingga larut malam, wajahnya terpaku di hadapan layar komputer tua pentium tiga
dengan memangku dua kamus mungil berwarna biru dan oranye, yakni kamus bahasa
Indonesia-Prancis dan Bahasa Prancis-Indonesia. Namun ternyata ia tidak
sendirian, sebab dalam diam ibunya menemani meski hanya duduk di ruang tamu.
Suatu malam sang ibu merasa iba dengan perjuangan anaknya setiap malam,
kemudian datang menghampiri dengan segelas teh hangat dan segengggam motivasi.
Sosok lembut itu datang menghampiri kemudian berkata, “nak, tidur dulu sudah
malam, besok dilanjutkan lagi. Bagaimana progres tulisanmu?”
“Nanti saja bu, karangannya mau diperiksa lagi sama Madame besok, jadi
harus kuselesaikan malam ini, besok tinggal diperiksa Madame deh, hehe…”
“Oh ya sudah, tidak apa... memangnya kamu buat karangan temanya apa nak?”
“Hmm… kayaknya sih tentang sistem pendidikan di Negara itu bu…”
“Sistem pendidikan Negara Prancis??? Menarik… bagus ade… ibu do’akan yang
terbaik yaaa.”
“Alhamdulillah bu hehe… oh iya bu, tapi jangan berharap banyak aku akan menang
ya bu… aku hanya ingin berpartisipasi saja, kalau menang alhamdulillah, kalau
tidak ya sudah… Aku takut ibu kecewa :)”
“Tenang sayang, ibu selalu mendo’akan yang terbaik buat ade...” Tutup sang ibu malam itu dengan penuh ketenangan dan senyum yang
menyejukkan mata lima watt sang anak saat itu.
Seminggu, dua minggu, tiga minggu, terlewati sudah. Sampai sebulan tak
terdengar kabar apapun. Tak ada kabar mengenai lomba itu, hingga sang siswi
berpikir mungkin benar, ia memang hanya ikut lomba untuk mencari pengalaman
saja, memang belum rezekinya. Namun ternyata dalam diam hati pasti penuh harap,
ia dan tiga orang kawannya masih resah menunggu hasil pemenang lombanya. “Masa sih dari sekolah kita tidak ada yang
lolos :D” kata salah seorang kawan menenangkan. Semua wajah melanjutkan
obrolan yang sama sebab mereka sangat penasaran dengan pengumuman lomba yang
tak kunjung terdengar.
Suatu pagi dihari jumat, selesai melaksanakan mengaji jumat, mereka kembali
berkumpul dalam kelasnya masing-masing. Tak lama seorang siswa yang juga mengikuti lomba yang sama memanggilnya, “Mil,
Mil!” panggilnya kepada siswi pecinta bahasa Prancis itu. “Katanya dari sekolah kita ada yang lolos
tau tulisannya!” katanya berbinar-binar, “tapi rahasia ah, ga tau juga gue tadi bu dyah manggil gue pas lagi di
bawah..” tutupnya dengan cengegesan. “Subhanallah!
Selamat ya!” jawab siswi tersebut berbinar, meski berharap menjadi juara
namun ia juga merasa bahagia, sebab ini lomba bahasa Prancis pertama yang
mereka ikuti bersama-sama, sebab biasanya lomba yang mereka ikuti adalah bahasa
Inggris. “Lah bukan Mil, bukaaan. Tunggu
kabar dari Madame aja, gue gak tau!” katanya membela diri.
Sekitar pukul 09.00 pagi, sang Madame
memasuki kelas dan memanggil kedua
siswa menuju mejanya di depan kelas. Sang siswi tersenyum sambil menebak-nebak
bahwa benar kawan tadi yang mendapat rezeki kemenangan dari-Nya. Sang siswi
juga sempat berpikir kembali, memutar kembali ingatan tentang perjuangannya
selama sebulan ke belakang. Ia sadar betul, bahwa ketika mengikuti lomba, ia
benar-benar tidak mengharapkan kemenangan, ia hanya meminta ridha-Nya, apapun
yang terbaik. Ia bersyukur penuh pernah mengikuti lomba bahasa Prancis, sebab
dimasa mendatang pengalamannya akan menjadi kisah pendewasaan dalam mengejar
mimpinya. Dia sudah memegang gambaran bagaimana perjuangan yang lebih yang
harus dilakukannya untuk menggapai prestasi dalam hidupnya.
“Tuh kan benar ia pemenangnya”, pikir sang
siswi yang seketika buyar ketika melihat kawannya sedang asyik berbicara dengan
Madame, tak sabar siswi tersebut ikut maju sebab
ia ingin memberi selamat pada kawannya tadi. “Selamat ya! Makan-makan dong :D”
katanya menyelamati siswa tersebut. Namun siswa itu hanya menjawab, “Ah bisa aja, kamu kali yang traktir kita!
:D” katanya begitu sumringah, Madame hanya
terdiam dalam senyumnya mengamati para siswa-siswinya begitu asyik berbincang. “Madame kita kasih tau aja nih ya?” kata
dua siswa itu kepada Madame, dan
beliau merespon dengan anggukan serta senyuman yang mencurigakan. “SELAMAT YA MIL, KAMU YANG MENANG DARI
SEKOLAH KITA!” kompak mereka mengatakan hasil lombanya kepada siswi
tersebut.
Tak ada kata lagi yang keluar dari bibir siswi itu selain lafadz hamdalah, “Alhamdulillaah..” kakinya lemas,
matanya terpejam, tangannya menutupi wajah,
hatinya penuh haru, pikirannya diserbu banyak pertanyaan, “Masa sih? benarkah? ini serius??”
Prestasi terbaik, bagiku bukan hanya ketika aku mampu mendapatkan hadiah dan piagamnya. Melainkan ketika aku mampu melawan ketakutanku dan ketika aku mampu belajar menerima kondisi apapun, baik itu menang atau kalah.
Terima kasih ibu untuk do’amu yang begitu khusyuk kau panjatkan setiap saat,
terima kasih guruku, Madame. Dua
orang Mesdames yang tak pernah lelah
memotivasiku dengan begitu hangat dan membekas dalam keseharianku. Sebaik-baik ibu, sebaik-baik guru, merekalah yang
menginspirasi, memotivasi, meneladani, bukan mereka yang banyak memberi
instruksi.
No comments:
Post a Comment