Milka
Anggun
Universitas
Negeri Jakarta
Abstrait
Walija (1996) a dit que la langue c’est le moyen de la
communication le plus efficace, parce qu’on peut partager notre opinion, notre
idée, notre but, notre message, et aussi nos sentiments à l’autre personne. Ce
journal a l’objectif pour savoir quel registre de langue que la majorité des
lycéens de XIème classe de SMAN 2 Cibinong utilisent. En général, à
l’école, ils se parlent souvent entre eux. C’est pour cela qu’ils utilisent toujours le
registre familier quand ils se parlent. Puis qu’ils sont encore jeunes, donc
ils ont beaucoup de nouveaux mots qu’ils ont fait par eux-même, où bien qu’ils
ont entendu à la radio, qu’ils ont regardé à la télévision, et qu’ils ont vu
aux sites d’internets. Il est essentiel qu’ils doivent utiliser le registre de langue
basée sur la situation, l’interlocuteur, et le thème de la
parole.
PENDAHULUAN
SMAN 2 Cibinong
terletak di jalan Karadenan, pada kecamatan Cibinong, kabupaten Bogor. Awalnya
sekolah ini merupakan Rintisan Sekolah Berbasis Internasional, namun seiring
perubahan ketetapan pemerintah, sekolah ini kembali menjadi Sekolah Menengah
Atas pada umumnya. Tentu saja siswa-siswi di sekolah ini terdiri dari murid
kelas sepuluh (X), kelas sebelas (XI), dan kelas duabelas (XII).
Peneliti merupakan lulusan dari SMAN 2 Cibinong, dan
sampai hari ini peneliti masih aktif berinteraksi dengan siswa-siswi di sekolah
tersebut, khususnya dengan kelas sebelas (XI). Karena kebutuhan mereka pada ekstrakurikuler,
maka peneliti pun harus membantu setiap satu minggu sekali. Dari sanalah peneliti
mengamati Ragam bahasa yang digunakan oleh para siswa-siswi SMAN 2 Cibinong
kelas sebelas (XI) baik yang berasal dari jurusan Ilmu Pengetahuan alam (IPA),
maupun jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).
Rata-rata usia siswa-siswi kelas sebelas (XI) SMAN 2
Cibinong adalah 16 tahun, dengan rata-rata tahun kelahiran 1995. Tentu mereka
masih tergolong muda, yaitu Remaja. Remaja
berasal dari kata latin adolesence yang berarti tumbuh, yaitu tumbuh
menjadi dewasa. Istilah adolesence memiliki makna yang lebih luas lagi yang
mencakup kematangan mental, emosional sosial, dan fisik (Hurlock, 1992).
Dalam bagian emosional sosial, bisa kita pastikan remaja
sedang sangat senang-senangnya berkumpul dengan kawan-kawan seusianya. Berbincang
bersama, bermain, belajar, memecahkan masalah bersama. Dalam hal ini,
perbincangan yang dilakukan para remaja tentu berbeda bahasa yang digunakannya.
Dalam kehidupan sehari-hari tentu kita mengenal apa itu yang disebut dengan Ragam bahasa. Pemakaiannya harus
disesuaikan dengan siapa (penutur dan lawan tutur), di mana (situasi), dan apa
(topik) kita bicara. Bagaimana pelafalan kata yang harus diucapkan, pemilihan
kata yang harus digunakan, dsb. Ragam bahasa dalam kamus linguistik Kridalaksana disebut juga sebagai Register.
Bahasa tidak bersifat statis, melainkan dinamis.
Kedinamisan ragam bahasa merupakan sesuatu yang simultan dengan kedinamisan
masyarakat pemakai bahasa itu sendiri.
Dikarenakan bahasa bersifat dinamis, maka terjadi perubahan-perubahan
dalam pamakaian bahasa. Terutama dalam hal penambahan kosa kata dan juga
aspek-aspek lain dari bahasa. Sering orang beranggapan bahwa kata-kata baru
yang muncul sebenarnya merupakan kata yang telah ada tetapi dimunculkan lagi.
Pemunculan kata tersebut sering mengalami perubahan, baik
yang berhubungan dengan ejaannya, maknanya, maupun pemakaian kata tersebut
dalam sebuah konteks kalimat. Semua terjadi karena pemakai bahasa itu sendiri.
Contoh yang paling hangat adalah bahasa gaul yang sering
didengar dilayar kaca, disimak diradio, maupun dilihat di jejaring sosial.
Banyak bahasa baru yang merupakan buatan dari para pemakai bahasa. Dan
kebanyakan dari mereka adalah remaja.
1. SITUASI RAGAM BAHASA KELAS
SEBELAS (XI) SMAN 2 CIBINONG
Dalam Ragam bahasa kita
tentu mengenal tiga pembagiannya, yaitu Ragam bahasa soutenu, Ragam bahasa courant, dan Ragam bahasa familier. Ragam bahasa soutenu adalah Ragam bahasa yang
digunakan pada situasi yang formal, misalnya dalam pembacaan pidato. Pilihan
kata pun harus diperhatikan, sesuai dengan situasi formal tersebut. Sedang
Ragam bahasa courant, adalah ragam
bahasa biasa digunakan dalam lingkup profesi. Dan Ragam bahasa familier adalah ragam bahasa yang
digunakan dalam kehidupan sehari-hari antara teman sepermainan misalnya.
Siswa-siswi kelas sebelas (XI) di SMAN 2 Cibinong
cenderung menggunakan ragam bahasa familier,
tentu saja karena situasinya informal saat berbincang bersama teman-temannya.
Kalau di negara Prancis anak mudanya menggunakan verlan, di negara Indonesia pun ada juga hal serupa. Penggunaan
kata-kata yang dibuat oleh anak-anak muda, baik kata tersebut dibalik, atau
bahkan disingkat.
Ada kalanya penggunakan kata-kata yang bisa disebut
dengan ‘bahasa gaul’ itu dibuat langsung oleh siswa-siswi kelas sebelas ini,
namun tidak jarang mereka juga menggunakan bahasa gaul yang sering muncul di
layar kaca, jejaring sosial, dsb. Bagi siswa-siswi kelas sebelas SMAN 2
Cibinong, bahasa gaul adalah bahasa yang keren dan sering dipergunakan ketika
berbincang dengan kawan-kawan sepermainan.
Berikut disajikan beberapa cuplikan dialog antar siswi
kelas sebelas SMAN 2 Cibinong.
(1)A: “Rencananya nanti siang kita mau pergi kemana
nih?”
B: “Belum tau sih, ke
Botany aja gimana?”
C: “Ngga deh...”
A dan B: “Yah dia
mah... Ayolah JbJb...”
JbJb
pada cuplikan dialog tadi diartikan sebagai Join
Bareng-Bareng. Maksudnya Ikut pergi bersama-sama, ini merupakan bentuk abreviasi
buatan dari para remaja.
(2) A: “Kemaren di
Botany jalan sama siapa B? ?”
B: “Mau tau banget? ? “
A: “Abisnya cowok
sih... ”
B: “KEPO deh...
Itu adik gue”
A: “Oalah...”
KEPO pada
cuplikan dialog tersebut adalah abreviasi dari Know Every Particular Object, yang juga dapat diartikan ‘Ingin tahu
urusan orang lain’.
2.
PENGUMPULAN DATA
Dikarenakan
peneliti sering berkunjung ke SMAN 2 Cibinong dan berinteraksi dengan
siswa-siswi kelas sebelas (XI), tentu peneliti
pun sudah sering mengamati ragam bahasa yang ada pada murid kelas sebelas di
sana. Hanya saja peneliti tidak pernah menganalisis percakapan para siswa-siswi
kelas sebelas (XI) tersebut.
Berbagai bentuk tuturan dicatat
langsung, peneliti berbincang langsung dengan para siswa-siswi kelas sebelas
(XI) tanpa memberi tahu maksud dan tujuan yang peneliti bawa agar percakapan
terasa lebih alamiah.
Kemudian dibuatlah susunan kata-kata
yang terdengar asing, lalu peneliti menanyakan makna dari berbagai abreviasi
yang dipergunakan selama berbincang kepada siswi-siswi kelas sebelas (XI).
Selanjutnya peneliti membuat susunan
percakapan yang sudah peneliti catat saat berbincang bersama siswi-siswi kelas
sebelas (XI) tersebut.
3.
PEMBAHASAN
Penggunaan
kata-kata informal dalam perbincangan para siswi kelas sebelas (XI) dalam cuplikan dialog yang
telah peneliti cantumkan merupakan bukti nyata bahwa siswi kelas sebelas (XI)
SMAN 2 Cibinong menggunakan ragam bahasa familier
karena pemakaiannya dalam situasi informal, yaitu percakapan antara teman
sebaya dan terdapat pula abreviasi yang merupakan semacam bahasa gaul dalam
anggapan mereka. Seperti dalam pendahuluan KBBI, yang menjelaskan bahwa ragam
bahasa adalah varian dari sebuah bahasa menurut pemakaian.
Pemakaiannya harus
disesuaikan dengan siapa (penutur dan lawan tutur), di mana (situasi), dan apa
(topik) kita bicara. Bagaimana pelafalan kata yang harus diucapkan, pemilihan
kata yang harus digunakan, dsb. Adapula
pendapat menurut Bachman (1990), ia mengatakan bahwa ragam bahasa adalah
variasi bahasa menurut pemakaian yang berbeda-beda, menurut topik yang
dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan,
serta menurut medium pembicara.
Sedangkan Dendy Sugono (1999)
berbicara bahwa ragam bahasa adalah dalam situasi resmi seperti di sekolah, di
kantor, atau di dalam pertemuan resmi digunakan bahasa baku. Sebaliknya dalam
situasi tak resmi, seperti di rumah, di taman, di pasar, kita tidak dituntut
menggunakan bahasa baku.
Kemudian Fishman Ed (1968)
mengatakan bahwa suatu ragam bahasa, terutama ragam bahasa jurnalistik dan
hukum, tidak tertutup kemungkinan untuk menggunakan bentuk kosa kata ragam
bahasa baku agar dapat menjadi anutan bagi masyarakat. Yang perlu diperhatikan
ialah kaidah tentang norma yang berlaku yang berkaitan dengan latar belakang
pembicaraan (situasi) pembicaraan, pelaku bicara, dan topik pembicaraan.
Menurut Ira Maya dalam artikelnya,
perbedaan nahasa dari segi pemakaianlah yang menyebabkan timbulnya ragam
bahasa.
Dalam kamus linguistik karangan Kridalaksana dikatakan bahwa ragam
bahasa disebut juga sebagai register (register,
manner of discourse).
Ragam bahasa disesuaikan dengan situasi pemakaiannya
juga didukung oleh pernyataan Chaedar, ia mengatakan bahwa ragam bahasa dapat
dipakai bergantung pada tingkat keformalan atau tidak. Santai atau tidak, dan
intim atau tidak.
Hal tersebut juga mendapat dukungan
dari Halliday, ia berkata bahwa register mencerminkan aspek lain dari tingkat
sosial, yaitu proses sosial yang biasanya melibatkan banyak orang.
Dengan ini dapat disimpulkan bahwa,
register atau ragam bahasa adalah tergantung pada siapa
(penutur dan lawan tutur), di mana (situasi), dan apa (topik) kita bicara.
Bagaimana pelafalan kata yang harus diucapkan, pemilihan kata yang harus
digunakan, dsb.
4.
KESIMPULAN
Dalam
ragam bahasa, siswa-siswi kelas sebelas (XI) SMAN 2 Cibinong tentu saja
cenderung menggunakan raham bahasa familier
dilihat dari usia mereka yang masih dalam lingkup usia remaja. Ragam bahasa
yang digunakan tentu tidak baku dan dalam situasi yang tidak formal/informal.
Pemakaian ragam bahasa familier memang sangat sesuai karena
mereka berbincang dengan teman sebayanya, yaitu antar kelas sebelas (XI). Topik
yang dibicarakan pun seputar kehidupan sehari-hari para remaja saja, maka dari
itu seringkali mereka menggunakan kata-kata baru atau disebut juga sebagai
bahasa gaul dalam anggapan mereka.
Selama siswa-siswi kelas sebelas
(XI) SMAN 2 Cibinong hanya menggunakan ragam bahasa familier antar sesama mereka, peneliti tidak melihat ada masalah
yang akan timbul dikarenakan kesesuaian dengan siapa mereka berbicara, topik
yang mereka bicarakan , dan mereka berbicara dalam situasi yang informal.
5.
DAFTAR PUSTAKA
Nababan, P.W.J. 1993. Sosiolinguistik Suatu Pengantar.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Pateda, Mansoer. 1987. SOSIOLINGUISTIK. Bandung: ANGKASA
BANDUNG.
No comments:
Post a Comment