بسم الله
Ô Allah.
Dans cette belle soirée, j'ai un grand espoir dont je pense toujours, c'est d'être tout le temps proche de Toi. Si non, j'éprouve une grande inquiétude, vraiment.
Ô ma prophète Muhammad.
Dans cette époque-ci étant très horrible, je n'ai que besoin de ta présence. Ce monde de plus en plus me fait trop peur.
Ô mon noble Coran.
Dans cette vie si moderne, j'aurais dû être proche de toi tout le temps. Je fais souvent la bêtise comme j'ai tant de raisons que je me sens très occupée pour t'apprendre par coeur, te mémoriser.
Baca juga : Tentang Guru
Ô paradis.
Veuilles m'excuser.
Voudrais-tu m'accueillir? Voudrais-tu me laisser rester dedans?
Ô Allah, pardonnez-moi. pardonnez-ma famille. veuillez nous pardonner.
Le dimanche - minuit
10 dzulhijjah 1437 H
Pepatah Yunani kuno berkata: "Scripta Manent, Verba Volant". Yang tertulis akan abadi, yang terucap akan hilang bersama hembusan angin.
Sunday, September 11, 2016
Friday, September 9, 2016
Satu, dua, tiga.
بسم الله
Belajar mencintai mereka adalah sebuah proses. Seiring waktu bergulir, saya mempelajari tiga hal yang menjadi cara terampuh dan termudah mengenal anak-anak lebih jauh.
Pertama adalah melalui buku harian (le journal intime) yang mereka buat dan kumpulkan perhari, yang membuat saya semakin dapat merasakan apa yang mereka pikirkan, bagaimana karakter mereka sesungguhnya melalui isi tulisan mereka, terkadang tulisan-tulisan itu berasal dari buah pikiran saja, tetapi tidak jarang ada yang berasal dari hati tulus seorang anak.
Kedua, melalui ujian kompetensi berbicara (production orale). Banyak tema yang terbentuk dari kejadian sehari-hari hingga fenomena atau berita yang dekat dengan dunia mereka. "Rumah impian", "Keluarga", "Liburan terakhir", "Rencana profesi masa depan", "Aktivitas rumah", dan banyak lagi. Di sanalah, sebagai seorang guru, saya diam-diam tidak hanya mencatat koreksi gramatikal saja, melainkan membaca perbedaan ragam karakter di antara mereka.
Baca juga : Mundur ya, Madame
Ketiga, melalui teman sekitar. Saya percaya, tidak sedikit anak dengan prestasi dan karakter yang baik, terlahir dari lingkungan belajar&bermain yang baik pula. Dekati saja kawan bermainnya, maka saya pun beberapa kali mengetahui bagaimana karakter asli anak-anak di kelas. Bisa juga penilaian dibentuk dari karakter temannya itu sendiri.
"Sebagaimana jika kita berteman dengan penjual parfum, kita akan terkena harumnya. Pun saat berteman dengan pengrajin besi, kita akan terciprat apinya."
Kini, saat rasa lebih dari sekadar empati terhadap mereka, maka akan kita sebut apa selanjutnya? cinta.
Belajar mencintai mereka adalah sebuah proses. Seiring waktu bergulir, saya mempelajari tiga hal yang menjadi cara terampuh dan termudah mengenal anak-anak lebih jauh.
Pertama adalah melalui buku harian (le journal intime) yang mereka buat dan kumpulkan perhari, yang membuat saya semakin dapat merasakan apa yang mereka pikirkan, bagaimana karakter mereka sesungguhnya melalui isi tulisan mereka, terkadang tulisan-tulisan itu berasal dari buah pikiran saja, tetapi tidak jarang ada yang berasal dari hati tulus seorang anak.
Kedua, melalui ujian kompetensi berbicara (production orale). Banyak tema yang terbentuk dari kejadian sehari-hari hingga fenomena atau berita yang dekat dengan dunia mereka. "Rumah impian", "Keluarga", "Liburan terakhir", "Rencana profesi masa depan", "Aktivitas rumah", dan banyak lagi. Di sanalah, sebagai seorang guru, saya diam-diam tidak hanya mencatat koreksi gramatikal saja, melainkan membaca perbedaan ragam karakter di antara mereka.
Baca juga : Mundur ya, Madame
Ketiga, melalui teman sekitar. Saya percaya, tidak sedikit anak dengan prestasi dan karakter yang baik, terlahir dari lingkungan belajar&bermain yang baik pula. Dekati saja kawan bermainnya, maka saya pun beberapa kali mengetahui bagaimana karakter asli anak-anak di kelas. Bisa juga penilaian dibentuk dari karakter temannya itu sendiri.
"Sebagaimana jika kita berteman dengan penjual parfum, kita akan terkena harumnya. Pun saat berteman dengan pengrajin besi, kita akan terciprat apinya."
Kini, saat rasa lebih dari sekadar empati terhadap mereka, maka akan kita sebut apa selanjutnya? cinta.
Saturday, September 3, 2016
Untuk Indonesia, nak
بسم الله
Mengajar anak-anak karena cinta kepada sesama, jauh lebih menyenangkan dibanding merasakannya sebagai sebuah beban yang diamanahkan pada pundak seorang guru.
Andai bisa diungkapkan semuanya, ide-ide yang tumbuh dari dalam kepala dan hati seorang guru tidaklah ditanamkan serta merta tanpa alasan, selalu ada tujuan penting dalam setiap pengajaran, selalu ada manfaat yang diselipkan dalam tiap pembelajaran.
Kemarin sore kami berdiskusi tentang tema sederhana yang mungkin jarang terpikirkan dalam benak anak seusia mereka, kami berbincang mengenai kehidupan desa kecil dan terpencil. Satu hal yang ingin saya ketahui adalah suara hati setiap anak.
"Desa kecil itu menyenangkan dan menenangkan.."
"Mereka pasti merasakan kesulitan. Entah itu listrik, ekonomi, air.."
"Akses pendidikannya terbatas.."
"Masih harus menimba air.."
Baca juga : Suatu Malam
Selepas itu kami membuktikan setiap pandangan dengan melihat tayangan video dokumenter dari kampung Cibuyutan, daerah terpencil nan masih sangat "alami". Jauh dari listrik, rumah sakit, sekolah, dan fasilitas lainnya. Lebih menyedihkannya? Hanya dua jam jalan kaki dari Cikeas. Sekali lagi, Cikeas.
Beberapa tidak menyangka bahwa fenomena itu masih terjadi di daerah Bogor yang notabene tidaklah sulit untuk dicapai. Kalian benar nak, saya pun terheran :)
Hasil yang ingin saya lihat adalah buah pikiran dalam bentuk tulisan sederhana. "Apa yang akan kalian lakukan untuk Indonesia, selepas menyelesaikan studi di Prancis", Que faites-vous pour l'Indonésie après avoir fini vos études en France?.
Bukan hanya tata bahasa atau sekadar kosa kata yang saya ingin lihat, lebih dari itu ada IDE dan HARAPAN mereka sebagai pemuda Indonesia yang sangat ingin saya rasakan, sebab katanya kini pemuda Indonesia sudah hilang rasa bangga terhadap negerinya.
Saya yakin sekecil apapun sayang itu, seminimalis apapun cinta itu, sayang dan cinta kalian masih ada yang bisa dibagi untuk Indonesia :)
Mengajar anak-anak karena cinta kepada sesama, jauh lebih menyenangkan dibanding merasakannya sebagai sebuah beban yang diamanahkan pada pundak seorang guru.
Andai bisa diungkapkan semuanya, ide-ide yang tumbuh dari dalam kepala dan hati seorang guru tidaklah ditanamkan serta merta tanpa alasan, selalu ada tujuan penting dalam setiap pengajaran, selalu ada manfaat yang diselipkan dalam tiap pembelajaran.
Kemarin sore kami berdiskusi tentang tema sederhana yang mungkin jarang terpikirkan dalam benak anak seusia mereka, kami berbincang mengenai kehidupan desa kecil dan terpencil. Satu hal yang ingin saya ketahui adalah suara hati setiap anak.
"Desa kecil itu menyenangkan dan menenangkan.."
"Mereka pasti merasakan kesulitan. Entah itu listrik, ekonomi, air.."
"Akses pendidikannya terbatas.."
"Masih harus menimba air.."
Baca juga : Suatu Malam
Selepas itu kami membuktikan setiap pandangan dengan melihat tayangan video dokumenter dari kampung Cibuyutan, daerah terpencil nan masih sangat "alami". Jauh dari listrik, rumah sakit, sekolah, dan fasilitas lainnya. Lebih menyedihkannya? Hanya dua jam jalan kaki dari Cikeas. Sekali lagi, Cikeas.
Beberapa tidak menyangka bahwa fenomena itu masih terjadi di daerah Bogor yang notabene tidaklah sulit untuk dicapai. Kalian benar nak, saya pun terheran :)
Hasil yang ingin saya lihat adalah buah pikiran dalam bentuk tulisan sederhana. "Apa yang akan kalian lakukan untuk Indonesia, selepas menyelesaikan studi di Prancis", Que faites-vous pour l'Indonésie après avoir fini vos études en France?.
Bukan hanya tata bahasa atau sekadar kosa kata yang saya ingin lihat, lebih dari itu ada IDE dan HARAPAN mereka sebagai pemuda Indonesia yang sangat ingin saya rasakan, sebab katanya kini pemuda Indonesia sudah hilang rasa bangga terhadap negerinya.
Saya yakin sekecil apapun sayang itu, seminimalis apapun cinta itu, sayang dan cinta kalian masih ada yang bisa dibagi untuk Indonesia :)
"Kita tidak selalu bisa membangun masa depan bagi generasi muda. Tapi kita bisa membangun generasi muda untuk masa depan."Franklin D Roosevelt
Friday, September 2, 2016
Mundur ya, Madame?
بسم الله
Jadi teringat beberapa bulan lalu semester awal mengajar estafet kelas beasiswa. Saat salah satu murid perempuan nan hitam manis dengan raut sedih menghampiriku seusai kelas berakhir.
"Madame.. Kelas kita sepertinya sudah pada jago ya.." ucapnya sedih.
"Kelihatannya memang iya tapi banyak juga di antara mereka yang baru belajar bahasa Prancis untuk pertama kali kok.." jawab saya sambil merapikan spidol kelas.
"Tapi lebih banyak yang sudah bisa Madame, saya belum ngerti apa-apa dan Madame bicaranya banyak bahasa Prancis yang saya ngga ngerti..." tambahnya dengan raut kecewa.
...
...
...
Seketika saya diam berpikir, saya perlu evaluasi.
...
...
...
"Humm..... oke kita sepakati ya? saya coba mulai pertemuan berikutnya memperbanyak porsi bahasa Indonesia, seandainya kamu masih merasa sulit, tanyakan lagi saat di kelas (atau) jika tidak ingin, kamu bisa temui saya seusai kelas. Bagaimana?" nego saya saat itu.
"Tapi susaah Madame baca tulisannyaa.. Saya sepertinya ngga akan bisa Madame, saya lebih baik pindah bahasa ya Madame? yayaya..." negonya kembali.
Saya tidak ingin melepaskan dia semudah itu, sebagai guru saya merasa perlu meyakinkan siswa saya untuk berani menghadapi sesuatu yang dianggapnya sulit, bukan sebaliknya, justru menghindar dari realita. Eyaa
"Secepat ini? Begini ya.. Kita sepakati ulang dalam beberapa pertemuan ke depan, nego yang tadi saya tawarkan. Semua bahasa asing tidak ada yang benar-benar mudah, kamu yakin mundur begitu saja? Keren lhoo bisa bahasa Prancis.." jurus terakhir saya keluarkan, *keren*.
"Saya sepakati perpindahan kamu jika memang dalam beberapa pekan kedepan progresmu jauh, tapi hadir dulu dalam pertemuan-pertemuan berikutnya di kelas saya, Deal?" saya coba meyakinkannya sekali lagi.
...
Murid itu termenung sejenak
...
"Oke Madame, saya coba ya.." jawabnya merasa tertantang.
"Sip deal, kita coba sama-sama :)" tutup saya sebelum kami berpisah.
Au revoir..... Akhirnya sapa kami berbarengan.
Setelah kembali lagi mengingat kejadian tersebut, saya baru sadar, murid unik yang berani minta mundur dihari pertama itu nyatanya masih bertahan hingga sekarang dengan progres nilai yang sangat baik! dan ingatan kosa kata yang jauh lebih kuat dari kawan-kawan yang justru lebih dulu pernah belajar bahasa Prancis.
Ternyata memang ya, yang rajin bisa mengalahkan yang pintar sedari awal :) lets try and prove it!
Alhamdulillaah `ala kulli haal.
Jadi teringat beberapa bulan lalu semester awal mengajar estafet kelas beasiswa. Saat salah satu murid perempuan nan hitam manis dengan raut sedih menghampiriku seusai kelas berakhir.
"Madame.. Kelas kita sepertinya sudah pada jago ya.." ucapnya sedih.
"Kelihatannya memang iya tapi banyak juga di antara mereka yang baru belajar bahasa Prancis untuk pertama kali kok.." jawab saya sambil merapikan spidol kelas.
"Tapi lebih banyak yang sudah bisa Madame, saya belum ngerti apa-apa dan Madame bicaranya banyak bahasa Prancis yang saya ngga ngerti..." tambahnya dengan raut kecewa.
...
...
...
Seketika saya diam berpikir, saya perlu evaluasi.
...
...
...
"Humm..... oke kita sepakati ya? saya coba mulai pertemuan berikutnya memperbanyak porsi bahasa Indonesia, seandainya kamu masih merasa sulit, tanyakan lagi saat di kelas (atau) jika tidak ingin, kamu bisa temui saya seusai kelas. Bagaimana?" nego saya saat itu.
"Tapi susaah Madame baca tulisannyaa.. Saya sepertinya ngga akan bisa Madame, saya lebih baik pindah bahasa ya Madame? yayaya..." negonya kembali.
Saya tidak ingin melepaskan dia semudah itu, sebagai guru saya merasa perlu meyakinkan siswa saya untuk berani menghadapi sesuatu yang dianggapnya sulit, bukan sebaliknya, justru menghindar dari realita. Eyaa
"Secepat ini? Begini ya.. Kita sepakati ulang dalam beberapa pertemuan ke depan, nego yang tadi saya tawarkan. Semua bahasa asing tidak ada yang benar-benar mudah, kamu yakin mundur begitu saja? Keren lhoo bisa bahasa Prancis.." jurus terakhir saya keluarkan, *keren*.
"Saya sepakati perpindahan kamu jika memang dalam beberapa pekan kedepan progresmu jauh, tapi hadir dulu dalam pertemuan-pertemuan berikutnya di kelas saya, Deal?" saya coba meyakinkannya sekali lagi.
...
Murid itu termenung sejenak
...
"Oke Madame, saya coba ya.." jawabnya merasa tertantang.
"Sip deal, kita coba sama-sama :)" tutup saya sebelum kami berpisah.
Au revoir..... Akhirnya sapa kami berbarengan.
Setelah kembali lagi mengingat kejadian tersebut, saya baru sadar, murid unik yang berani minta mundur dihari pertama itu nyatanya masih bertahan hingga sekarang dengan progres nilai yang sangat baik! dan ingatan kosa kata yang jauh lebih kuat dari kawan-kawan yang justru lebih dulu pernah belajar bahasa Prancis.
Ternyata memang ya, yang rajin bisa mengalahkan yang pintar sedari awal :) lets try and prove it!
Alhamdulillaah `ala kulli haal.
Subscribe to:
Posts (Atom)