Bismillah..
Minggu lalu, tepatnya hari jum’at.
Ba’da kelas Production Orale pukul 16.00, saya berniat untuk segera berangkat
ke IFI (Institut Français Indonésie) bersama
Eka dan Fahmi. Namun mirisnya ketika kami bergegas menuju pintu keluar gedung
E, kami disuguhi pemandangan sungai kecil. Ya, itulah sekumpulan air menggenang
yang disebut BANJIR. Tinggi air mencapai sebetis orang dewasa. Sepanjang satu
setengah tahun perjalanan saya di UNJ, inilah banjir pertama yang saya lihat. My first flood. Dan semakin deras hujan,
semakin kecil peluang air surut. Pukul
16.30 saya mencoba keluar gedung lewat pintu keluar dekat UPT. Alhamdulillah
air hanya membasahi sampai mata kaki, saya bergegas menuju MNI karena ada janji
ingin bertemu dengan seorang kakak kelas saya. Sekitar pukul 16.40 saya lihat
air sudah mulai surut, Alhamdulillah..
Tapi walau
airnya surut tetap saja pertanyaan “Bagaimana”
dan “Mengapa” tidak ikut surut dalam
benak saya. Ba’da kajian kemarin tentang
‘Pembangunan setengah hati UNJ’, saya jadi bertanya dalam hati. Apakah
banyaknya pembangunan gedung-gedung baru di UNJ menjadi salah satu sebab UNJ
digenangi air? Ba’da Outing Class mata
kuliah IAD bulan lalu saya jadi bertanya lagi, apakah kampus ini tidak
menyelaraskan pembangunan gedung baru
dengan pengadaan biopori?
Haruskah
mahasiswa mengadakan aksi seribu biopori? Entah, yang
saya tau buat biopori itu ada alat khusus, jarak khusus, dan pekerja khusus.
Lantas bagaimana solusi yang sudah dibuat oleh bapak rektor kita? Semoga tidak
hanya diam dan menunggu air menggenang lagi..