Bismillah
.
Biasanya, orang akan 'menganggap' kalau sudah 'mengenal'. Betul atau benar? :)
.
Omong-omong bukan itu bahasannya. Adakah tantrum untuk anak jelang remaja?
.
Baru saja kusaksikan seorang anak lelaki seusia kelas 6 SD di rumah sakit tempat biasa berobat. Ya, daerah Cibinong. Ia menangis, merajuk, sampai berteriak.
.
Apa sebab?
Ia meminta pulang. Maklum, anak-anak. Cepat bosan. Masanya main dengan kawan-kawan. Tak senang dengan suasana yang tak ceria. Jarang ada rumah sakit yang menyenangkan. Sebab ia identik dengan jarum, darah, obat. Apalagi?
.
Semua orang di sekitar anak itu menyimak hentakannya. "Mau pulang!" Teriaknya. Berulang kali dengan nada yang semi tinggi.
.
Apa sikap sang bunda di sebelahnya? Tak acuh sama sekali. Menengok sesekali. Menyabarkan sang anak dengan kalimat, "bisa diam ngga sih? malu itu dilihat orang-orang. Ih." Lalu palingkan lagi wajahnya. Sedetik menatap mata ananda saja tak dikerjakannya.
.
Kira-kira apa respon anak usia SD? Langsung diam, gitu? Malu dengan tanggapan kami? Menaati bundanya? Mencari aktivitas lain?
.
Sayangnya jawaban tak ada di pertanyaan di atas. Respon sang anak justru berteriak lebih lantang, "bodo amat!" Serunya. Dengan suara yang sudah cukup ngebass. Meronta meminta pulang. Sesekali menyuduk kepalanya, ke punggung sang bunda. Namun bunda tak merespon. Bunda tetap memilih diam.
.
Semakin bunda diam, semakin gigih ananda merajuk.
.
Kasihan.
.
Sementara, orang-orang hanya berkomentar. Katanya tidak pantas, anak usia 6 SDmerajuk berteriak. Menyalahkan kekeliruan sang anak di muka umum.
.
Hem. Tidakkah yang lebih dewasa menilai dengan kejernihan akal? Darimana sang anak memutuskan perilaku tadi? Membentuk rajukan maut sedemikian rupa? Apa sebabnya? Masih sempatkah kita menyalahkan ia yang (bahkan) baligh saja belum? Dikenai hukum syara pun belum waktunya.
.
Aku menyimak teriakan dan tangisan sang anak. Sok tahuku, luapan itu bersumber dari keringnya tatapan dan perhatian ibunda. Hematku, tangisan ananda bisa saja redam. Sangat bisa. Asalkan bunda mau mengenali tangisan nanda. Sebentar saja.
Pepatah Yunani kuno berkata: "Scripta Manent, Verba Volant". Yang tertulis akan abadi, yang terucap akan hilang bersama hembusan angin.
Tuesday, October 9, 2018
Mengenali Tangisan
Tuesday, December 19, 2017
Impian
Bismillah
.
Salah satu kesyukuran terbesar dalam hidup adalah anugerah memiliki sahabat yang shalih dan shalihah.
.
Pada akhlaknya, kita akan sulit merasa kesal atas Kekhilafan yang dia buat. Sebab begitu mudah menemui seribu Kebaikan yang dia tanam.
.
Pada tawadhunya, kita akan bertambah yakin, bahwa masih ada nama-nama yang boleh jadi sepi di Bumi, namun menggema di Samawi.
.
Alhamdulillah.
.
Suatu hari, Qada Allah menakdirkanku bertemu ia yang sudah sepaket dg akhlak karimah dan tawadhu itu.
.
Seorang muslimah biasa bersama impiannya yang tidak biasa.
.
Bagaimana tidak?
.
Muslimah itu telah berjanji pada dirinya sendiri, memantaskan diri kelak menjadi the next Ummul Fatih. Ibunya Muhammad Al Fatih.
.
Sang bunda yang tak pernah putus menunjuki garis-garis batas wilayah Konstatinopel pada Al Fatih kecil, seraya menyeru do'a, "kau nak, kau yang akan menaklukannya!"
.
Sebagaimana ibu Al Fatih berdo'a hari itu. Saudariku menggumam do'a serupa di hadapanku.
.
"Kelak diinul Islam juga akan kembali tegak dari generasi yang lahir melalui rahimku!" Suaranya bergetar.
.
Aku terpesona, kemudian berkaca. Sudah seberapa jauh langkah kita sebelum hari itu tiba?
.
Hari di mana Islam berjaya di penjuru bumi. Syam dibebaskan, Roma ditaklukan.
.
Semoga Allah kabulkan segala asa dan citamu teteh shalihah, Allah yubaarik fiik.
.
Jazakillahu khayran telah mengajakku menyalin impianmu.
Monday, September 4, 2017
Thahira Kami
Thahira Kami
.
Padanya kami membangun cinta
Padanya kami menyemai rasa
Padanya kami menatap pesona
Padanya kami merajut asa
Padanya kami memakna usia
Padanya kami menjadi dewasa
Padanya kami menyebut Thahira
Padanya kami berguru
Padanya kami berilmu
Padanya kami meniru
Padanya kami menyemat haru
Padanya kami ingin bertemu
Padanya kami menyimpan rindu
.
Wahai wanita yang terlahir dari kelembutan ibunda Fatimah binti Zaidah
.
Wahai pesona yang memancar dari keteguhan dan syair cinta ayahanda Khuwailid bin Asad
.
Wahai wanita tersuci di kota Mekkah
.
Wahai mata yang kerap basah menghadap Kakbah
.
Wahai bibir yang gemar mengecup do'a pada kening mungil mujahid mujahidahnya
.
Duhai kasih yang berdenyut syahdu dalam nadi kekasih-Nya
.
Duhai memori yang menyimpan cemburu dalam hati si periang Aisyah
.
Duhai engkau bunda Khadijah, kisahmu kian semerbak syurga.
.
(17 Dzulhijj 1438 H, menuju Amazing Muharram)