Powered By Blogger

Tuesday, October 9, 2018

Mengenali Tangisan

Bismillah
.
Biasanya, orang akan 'menganggap' kalau sudah 'mengenal'. Betul atau benar? :)
.
Omong-omong bukan itu bahasannya. Adakah tantrum untuk anak jelang remaja?
.
Baru saja kusaksikan seorang anak lelaki seusia kelas 6 SD di rumah sakit tempat biasa berobat. Ya, daerah Cibinong. Ia menangis, merajuk, sampai berteriak.
.
Apa sebab?
Ia meminta pulang. Maklum, anak-anak. Cepat bosan. Masanya main dengan kawan-kawan. Tak senang dengan suasana yang tak ceria. Jarang ada rumah sakit yang menyenangkan. Sebab ia identik dengan jarum, darah, obat. Apalagi?
.
Semua orang di sekitar anak itu menyimak hentakannya. "Mau pulang!" Teriaknya. Berulang kali dengan nada yang semi tinggi.
.
Apa sikap sang bunda di sebelahnya? Tak acuh sama sekali. Menengok sesekali. Menyabarkan sang anak dengan kalimat, "bisa diam ngga sih? malu itu dilihat orang-orang. Ih." Lalu palingkan lagi wajahnya. Sedetik menatap mata ananda saja tak dikerjakannya.
.
Kira-kira apa respon anak usia SD? Langsung diam, gitu? Malu dengan tanggapan kami? Menaati bundanya? Mencari aktivitas lain?
.
Sayangnya jawaban tak ada di pertanyaan di atas. Respon sang anak justru berteriak lebih lantang, "bodo amat!" Serunya. Dengan suara yang sudah cukup ngebass. Meronta meminta pulang. Sesekali menyuduk kepalanya, ke punggung sang bunda. Namun bunda tak merespon. Bunda tetap memilih diam.
.
Semakin bunda diam, semakin gigih ananda merajuk.
.
Kasihan.
.
Sementara, orang-orang hanya berkomentar. Katanya tidak pantas, anak usia 6 SDmerajuk berteriak. Menyalahkan kekeliruan sang anak di muka umum.
.
Hem. Tidakkah yang lebih dewasa menilai dengan kejernihan akal? Darimana sang anak memutuskan perilaku tadi? Membentuk rajukan maut sedemikian rupa? Apa sebabnya? Masih sempatkah kita menyalahkan ia yang (bahkan) baligh saja belum? Dikenai hukum syara pun belum waktunya.
.
Aku menyimak teriakan dan tangisan sang anak. Sok tahuku, luapan itu bersumber dari keringnya tatapan dan perhatian ibunda. Hematku, tangisan ananda bisa saja redam. Sangat bisa. Asalkan bunda mau mengenali tangisan nanda. Sebentar saja.

No comments:

Post a Comment