Powered By Blogger

Monday, January 12, 2015

Menjadi guru

Bismillaah

Berawal pada 7 Agustus
Berakhir pada 5 Desember
Di tahun 2014

Mengejutkan, hari pertama yang kami temui, pertanyaan singkat guru pamong kami membuat mata kami berlima saling menatap ragu. "RPP siap? Siapa yang masuk kelas hari ini?"

Hari pertama yang kami sangka sebagai hari halal bihalal ternyata telah berlalu. Kami salah perkiraan. RPP pun belum ditangan, kami begitu khawatir mengecewakan guru pamong kami. Nyatanya beliau menangkap maksud tatapan kami dan mengubah pertanyaan, "Baik kalau begitu siapa yang siap mengajar menemani ibu untuk hari pertama ini?" Refleks Toro dan aku langsung menawarkan diri, sedang Eka dan Annisa mengajar pada jam berikutnya, dan Fitri berjaga di tempat piket utama untuk hari pertamanya. Mantap.

Kami memanggilnya dengan Madame Tri, guru pamong terbaik dan tersabar satu-satunya yang kami miliki di sekolah tempat kami memenuhi mata kuliah Praktik Keterampilan Mengajar (PKM), yakni di SMAN 53 Jakarta.

Hari pertama observasi mengajar, kami memasuki kelas X IIS 4. Beberapa nama peserta didik yang aktif dapat cepat kuhafal, dan tentu selebihnya tetapku hafal seiring berjalannya waktu. Siangnya giliran Eka dan Ramsey yang memasuki jadwal kelas XII IPA 2.

Pembagian waktu mengajar kami sudah sangat rapi, namun kendala yang paling terasa adalah perbedaan karakter anak yang harus dihadapi dalam setiap kelas. Hari pertama mengajar tanpa guru pamong, kawanku langsung bertemu dengan kelas pilihannya, Eka dengan X IIS 1. Fitri dengan X IIS 2 nya. Ramsey dengan X IIS 3 nya. Toro dengan X IIS 4 nya. Sedang aku kebagian mengajar di XII IPA 1. Namun dikarenakan kelas XII masih menggunakan kurikulum KTSP 2006, maka aku juga harus mengajar di kelas X yang bergantian dengan kelas tetap kawan-kawanku tadi.

X IIS 1, X IIS 2, X IIS 3, dan X IIS 4, adalah empat kelas dengan karakter berbeda. Ada kelas yang aktif dan hormat kepada kami para calon guru, ada pula yang sebaliknya. Ada kelas yang begitu aktif dan interaktif, ada pula yang sebaliknya. Meski demikian, tentulah aku tak berhak menyamaratakan kondisi kelas yang ada, sebab setiap peserta didik dalam tiap kelas juga punya karakter yang berbeda. Luar biasa.

Aku banyak belajar, bagaimana memahami jasa seorang guru yang benar serius mendidik muridnya. Meski keras, tegas, bahkan sesekali marah, itu dikarenakan kecintaan mereka terhadap muridnya. Meski memberi tugas yang harus dikerjakan semalam suntuk, ulangan yang sering menumpuk, itu semua dilakukan dengan harapan kebaikan bagi peserta didiknya.

Aku seakan kembali diingatkan bahwa manajemen waktu adalah hal utama yang harus diperhatikan. Hadir ke sekolah sebelum murid datang, pulang dari sekolah setelah bel pulang sekolah berbunyi. Memikirkan media ajar terbaik agar murid tidak bosan belajar. Bermain peran, membangun situasi pembelajaran agar tidak menjadi hal yang menakutkan, melainkan hal yang sangat menyenangkan dan paling ditunggu oleh peserta didik. Tidak ketinggalan, menyederhanakan materi ajar yang dipandang sulit oleh mereka. Hmm :)

No comments:

Post a Comment