Powered By Blogger

Saturday, January 7, 2012

Life's hard, heavy in Jakarta.

Bismillahirrahmaanirrahiim.
Je-a-ka-a-er-te-a. Jakarta. Ibu jarinya #eh ibu kotanya negara Indonesia.. La capitale d'Indonésie kalo di Prancis-kan. Ibu kota yang justru setelanjang mata memandang banyak negatifnya. The Best of macet, The Best of polusi udara-air-tanah-cahaya-suara, The Best of sampah everywhere, pokoke masih banyak 'Award' buat Jakartaku.

Aku. Ngakunya lahir di Jakarta, tapi suer dari dulu ngga pernah care sama keadaan Jakarta. Dulu. Berbeda dengan kini yang lebih banyak tatap muka dengan Jakarta, kuliah di mari, ditambah ngekos= Akrab.

Tentang segaris senyuman..
Aku yakin benar bahwa senyum itu MENULAR. Kayak gininih. :D
Tapi hari gene masih aadaa aja yang ga ketularan.. Banyaknya di Jakarta ininih. Walau ga semua, tapi tetap saja banyak.. Padahal senyum itu masih jadi hal yang dipentingkan lho sampai kapanpun dan pada siapapun.


Ada lagi nih, beberapa hari yang lalu, dikala tubuh ini sedang sangat letih dalam gerbong kereta yang amat sesak, aku berdiri di spot yang menyakitkan telinga dan memanggang hati. Di sebelah mereka, lelaki yang tiada lagi muda apalagi remaja, wajah keriput, suaranya lantang-lantang layaknya jagoan. Bercanda menjijikan dengan para wanita muda. Iyuh deh.. Dalam hati.

Usianya tiada lagi muda, tapi gaya bercanda antar sesama mereka sungguh tidak menunjukkan sebuah kedewasaan diri. Bibir ini pun basah dengan lafadz ta'awudz juga istighfar. Mengalihkan konsentrasi diri dari mendengar dan melihat mereka. Itu baru yang tua.
Yang muda? Dalam perjalananku ke Mangga Dua, kulihat anak-anak kecil berambut hitam ke pirang-pirangan sedang asyik menghirup Aibon yang memabukkan. Adik-adikku yang seharusnya kini mengenakan seragam putih-merah atau putih-birunya.

Ya memang. Aku hanya penonton. Hanya perekam kejadian. Tapi hatiku. Sungguh tak bisa menampik pisau yang menyayatnya. Mata ini memanas, melihat tontonan realita di depan mata.

Benar adanya bahwa hidup di Jakarta keras dan berat, beragam macam hal negatif dapat membawa diri. Siapapun... Tapi dua hal, Iman dan Prinsip. Ketika dua hal itu telah kencang terikat dalam hati, insyaAllah. Keburukan-keburukan itu tak maulah dekat-dekat. Karena ogah dengan kita yang keras dengan Iman dan Prinsipnya.

Aku bukan penonton yang kritis, apalagi punya solusi praktis. Namun nurani tak pernah bisa ditipu, ia terlalu peka dan kritis untuk dibohongi. Jadi, aku yang biasa-biasa sekalipun tentu bisa merasa. Walau hanya tertuang dalam tulisan.

Miruka Angguna

No comments:

Post a Comment