Powered By Blogger

Tuesday, July 29, 2014

Diskusi Keimanan



Bismillah

01 Syawal 1435H, pukul 01.30 dini hari.

                Alhamdulillaah.. baru saja kami lewati percakapan seru dengan seorang lelaki kesayangan kami. Ba’da membersihkan dan merelaksasi diri dengan air hangat kami berkumpul di ruang tv, sambil menikmati susu hangat kami melakukan perbincangan sederhana dengan topik yang tidak pernah kami sentuh secara bersama-sama sebelumnya. Kami bercerita tentang Keimanan.
                Ia memulai diskusi dengan mengatakan bahwa Keimanan begitu luas bentuknya, begitu banyak cara mengekspresikannya, salah satunya ya lewat shalat lima waktu. Namun permasalahannya ia tak pernah sepakat dengan perilaku orang-orang yang meminta orang lain untuk beribadah seperti apa yang kita lakukan, baginya ibadah itu tentang Keimanan masing-masing, kesadaran pribadi.
                Berulang kali kami menekankan bahwa meminta orang lain untuk ikut beribadah karena kami cinta. ("Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan" (Tahrim 66:6)) Sekali lagi tidak, ia langsung tidak sepakat ketika kami tergesa membicarakan akhirat, sebab baginya perihal hari akhir adalah sesuatu yang belum terjadi dan belum terlihat.
                Kemudian ia kembali bercerita lagi dengan begitu tenang. Sejujurnya, meski lelah saya merasa menikmati diskusi kami malam ini. Ia bercerita tentang perjalanannya menyembah Allah. Bagaimana ia menjemput hidayah-Nya melalui tadabbur kitab suci al-Qur’an, bagaimana al-Qur’an menyentuh nuraninya, bagaimana al-Qur’an mengajak hatinya untuk bergegas menghadap-Nya. Menarik.
And this is how the story begin..

Disuatu pagi yang cerah
               Hari itu, kala iman sedang kacau, ia memilih untuk duduk-duduk sendiri di kursi rumah, memikirkan segala problema hidup yang dimilikinya. Di sebelahnya ada dua  buah kitab tertumpuk rapi yang terletak di antara kedua kursi rumah kami. Tiba-tiba saat itu juga ia tertarik untuk membaca kitab yang sudah tidak asing lagi bagi hidupnya, ya, kitab Injil. Ia membaca dengan saksama, beberapa lembar saja dalam kitab itu. Selesai dan ia masih belum puas. Ditutupnya kitab tersebut, kemudian ia beralih ke kitab yang satunya. Kitab paling sempurna yang pernah ada dimuka bumi, kitab suci al-Qur’an. Ia membaca dengan cermat dan penuh khidmat. Satu lembar.. dua lembar.. hingga tak sadar sudah lebih dari sepuluh lembar. Semakin lama semakin menarik! Semakin nyata! Semakin menggugah, semakin meneriakkan nuraninya, menampar keimanannya, menggoncang pikirannya yang kacau. Sampai-sampai ia tak sanggup lagi, hingga dengan reflek ia menutup kitab suci tersebut, kemudian beranjak dari kursinya dan pergi ke teras rumah. Berdiri, termenung sendiri. “Allaahu Akbaar... Allaahu Akbaar...”, pelan-pelan lafadz takbir terucap dari bibirnya. Tumpahlah air matanya kala itu. Ia menambahkan, “tahu bagaimana perasaan kala itu?”, kami merespon dengan gelengan dan seakan tak sabar meminta ia kembali melanjutkan ceritanya. “Rasanya dada seperti terhimpit sesuatu, ada hal yang begitu ingin meluap! dalam hati saat itu, yang tiba-tiba naik ke kepala dan mencerahkan otak yang sangat kacau hari itu”, lanjutnya sambil bergetar haru. Oh, Allah.. ternyata hidayah-Mu begitu dekat, ternyata lelaki kesayangan kami menjemput hidayah-Mu dengan begitu nikmat.
  
 ونزلنا عليك الكتاب تبياناً لكل شيء وهدى ورحمة وبشرى للمسلمين : النحل/89


“Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” 
(QS. An-Nahl: 89)

                Kemudian ia juga menambahkan bagaimana kisahnya selanjutnya, sesaat setelah kejadian mengharukan tadi. Ketika hati yang begitu sesak menuntut pembebasan qalbu menuju fitrahnya, ia menjabarkan secara rinci tentang bagaimana ia mengambil buku tuntunan sholat yang ada di atas lemari tua kami, bagaimana ia berwudhu sambil membaca tata cara wudhu yang diletakkan di hadapannya, hingga kemudian ia sholat sambil membaca do’a-do’a yang harus dibacanya sembari memegang buku ketika sholat. Tambahnya lagi, entah benar atau tidak yang ia kerjakan ia merasa tak peduli hari itu. Sungguh, yang ia ingat hanyalah keinginan yang sangat untuk menghadap Allah dalam keadaan suci, mengontrol ruh yang menggebu untuk berkomunikasi dengan-Nya. Itulah sederas-deras air mata yang ia punya dalam hidupnya, ya, ketika menghadap Tuhannya, Allah swt. Maasyaa Allah..
                Baru kami sadari begitu selama ini ia begitu berjuang dalam belajar menyembah-Nya, ber-Islam setelah hidup dalam keadaan nasrani. Ia begitu kesulitan, dikala sendirian, dikala wanita yang dicintainya sedang bekerja mencari keberkahan untuk sesuap nasi kami, dikala kakak dan dan saya masih begitu kecil. Ia berjuang sendiri mengajak ruh dan jasadnya untuk belajar beribadah padaNya. Allah..
                Ia mengaku bukan seseorang yang mendapat hidayah dari saudara, kawan, ustadz, atau siapapun. Melainkan tertarbiyyah langsung oleh Al-qur’an. Saya merasa betapa Al-qur’an memiliki pegaruh yang begitu kuat dalam hidupnya. Meski ia mengaku tidak mampu mempelajari huruf hijaiyyah, namun ia mengaku telah berkali-kali selesai membaca terjemahannya. Baginya sama saja, bahkan jauh lebih bermakna bagi keimanannya. Hingga ia mempertanyakan orang-orang yang selama ini mendewakan kuantitas dibanding kualitas ibadah. Bahasa lainnya, ia mempertanyakan orang-orang yang selama ini menomorsatukan jumlah dibanding efek ibadah dalam keimanan mereka.
                Pada akhirnya kami menutup diskusi malam itu dengan membahas keseimbangan ibadah, tawazun. Memperbanyak ibadah serta menaikkan kualitas makna ibadah yang kami jalani. Itulah yang kami sepakati. Alhamdulillaah..Saya sangat mengapresiasi sebuah proses, semoga Allah senantiasa menetapkan hidayah-Nya pada lelaki kesayangan kami. Aamiin.
                 Ditambahkan pula olehnya tentang sebuah hal yang cukup urgen dalam memaknai proses keimanan, termasuk dalam mengimani kitab-Nya. Menghargai setiap kitab yang turun dibumi cinta-Nya, termasuk kitab injil. Sebuah kitab yang dipelajarinya jauh sebelum ia ber-Islam, sebuah kitab di mana nama Milka berada didalamnya. Bagi ia, adalah sebuah hal yang penting bagi umat manusia untuk melihat proses, atau tahap penyempurnaan kitab-Nya serta menyadari keselarasan antara kitab-kitabNya, hingga kita mampu memaknai lebih jauh, bahwa pada hakikat-Nya, dalam kitab apapun hanya ada satu Tuhan yang disebut, yang hanya pada-Nya lah setiap insan menyembah. Allah..

Itulah diskusi panjang bersama ayah hari ini. Kami berhenti disaat jarum jam mulai menunjukkan pukul 04.00 pagi, sungguh lelahnya hari yang panjang tahun ini, hari nan fitri yang begitu dinanti.
Semoga kita semua dapat mengambil ibrah dari tulisan ini..


02 syawal 1435H, pukul 13.30 WIB
Milka Anggun

1 comment: