Powered By Blogger

Thursday, June 2, 2011

Mengubah paradigmaku akan mereka yang berhijab. (Nb: Ini subjektif :))

Menutup aurat bukanlah suatu pilihan, melainkan kewajiban…

Walaupun aku baru mendalami hal ini ketika menginjak bangku Sekolah Menengah Atas. Hal ini belum pernah disosialisasikan oleh keluargaku. Sampai pada akhirnya, ketika masa-masa SMP kelas IX, aku mendengar beberapa ayat Allah mengenai kewajiban menutup aurat. Yang disampaikan oleh guru agamaku. Yaitu Allah berfirman dalam surah Al-ahzab ayat 59, yang artinya:

“Wahai Nabi, suruhlah isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu, dan perempuan-perempuan yang beriman, agar melabuhkan pakaiannya bagi menutup seluruh tubuhnya (semasa mereka keluar), cara yang demikian lebih sesuai untuk mereka dikenal (sebagai perempuan baik-baik) maka dengan itu mereka tidak diganggu. Dan (ingatlah) Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Mengasihi.”

 

Juga firman Allah pada surah An-nuur ayat 31, yang artinya:

“Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya...”

 

Ada pula haditsnya:

“Hai Asma’, sesungguhnya wanita, apabila telah sampai ke tanda kedewasaan (haidh), tidak boleh terlihat bagian tubuhnya kecuali ini dan ini (beliau mengisyaratkan muka dan telapak tangannya.)”

[HR Abu Dawud, Al-Bani meng-hasan-kannya.]

 

Ayat-ayat Allah dan hadits di atas sudah cukup kuat untuk tidak menggoyahkan niatku. Banyak hal yang membuatku tergugah untuk menutup aurat. Salah satunya karena teman wanita ‘akhwat fillah’ di sekolahku.

Berawal dari kultum berantai yang dibawakan oleh 2 orang teman sebaya dan seorang kakak kelas. Masih sangat nyata dalam ingatanku, mereka bertiga menyampaikan kultum tentang kekasih-Nya, Rasulullah Salallahu ‘alaihi wassalam… aku bergidik, merinding karena merasakan semangat mereka begitu menyala, dan mataku berkaca-kaca melihat mereka menangis saat menceritakan sakaratul maut nabi Muhammad SAW… aku merasakan cinta mereka yg begitu dalam padamu ya Rasul. Aku ingin dianugerahi rasa cinta seperti itu Ya Allah…! pintaku dalam hati.

            Hari terus berjalan sesuai perizinan-Nya. Aku pun mulai mengikuti organisasi rohani islam (Rohis). Rohis adalah wajib diikuti disekolahku bagi mereka yang beragama islam, walaupun tidak semua menjadi pengurus tapi semua muslim/ah tedaftar sebagai anggotanya. Alhamdulillah, aku semakin banyak menemui kawan-kawan baru, pengetahuan baru, dan pengalaman baru yang mengajarkanku cara berorganisasi, menyampaikan aspirasi, ataupun saling mengatur formasi. Sangat jauh berbeda dengan masa SMP ku dulu, di sini terasa berbeda. Terasa begitu hangat. Bagai menjumpai kawan lama yang dirindukan.

            Di masa-masa SMP, dari banyak wanita berkerudung yang aku temui (maaf) aku merasa tak ada keistimewaan pada sosok wanita yang berkerudung malah tampaknya mereka (maaf) tidak menjaga dirinya ketika bergaul dengan lawan jenis (tanpa batas), pokoknya kurang memberikan contoh yang baik. Mereka juga berpikir bahwa, menutup aurat = menutup mahkota saja (rambutnya). Dan itu sangat berpengaruh pada paradigmaku mengenai mereka yg berkerudung. Yaitu, tak ada yang istimewa.

Namun, di masa SMA aku mulai mengamati kawan-kawanku, khususnya mereka yang berlabel akhwat fillah… sebut saja ukhti Maryam dan ukhti Aisyah. Mereka mengenakan jilbab lebar dengan sangat rapi, dan telah menutup auratnya secara syar’i. Mereka yang mengubah paradigmaku akan sosok wanita berkerudung. Yang secara tidak sengaja mengajariku akan hakikat wanita muslimah sebenarnya…

Cantik luar-dalem, Alias *inner beauty* mereka sangat terasa. Aku bertemu lebih awal dengan Maryam, dia adalah sosok yg pendiam, lembut, namun mempesona. Sedangkan Aisyah adalah seorang yg sangat ceria, aktif, namun tetap bersahaja. Jika dipandang, wajah mereka sangat teduh. Subhanallah, mereka adalah akhwat yang cerdas secara IQ (Intelligence Quotient) dan EQ (Emotional Quotient) *well, menurutku*.

            Aku selalu menceritakan mereka pada ibu dan kakakku, karena bagiku mereka sangat inspiratif. Ibu hanya berkata, “Subhanallah, jangan putus komunikasi dengan mereka ya nak…”. Jujur, diam-diam aku kagum pada mereka. Apa pasal? Mereka adalah kaum yg bisa dibilang minoritas di sekolahku, (well pada awalnya, kini tidak lagi). Tapi menurut pandanganku, mereka tidak banyak terpengaruh oleh kami. Tapi kami yang banyak terpengaruh oleh mereka (hal positif). Kini, kaum yg seperti mereka, menjadi mayoritas di sekolahku… Catat ini,  mereka adalah kaum minoritas, tapi mereka tidak terpengaruh oleh kami. Yg notabene adalah mayoritas. Justru kami (mayor) yang terpengaruh oleh mereka (minor). It’s AWESOME enough for me!

 

Ya Allah, sesungguhnya Engkau tahu. Bahwa hati ini tlah berpadu, berhimpun dalam naungan cinta-Mu. Bertemu dalam ketaatan, bersatu dalam perjuangan. Menegakkan syari’at dalam kehidupan. (Izzis - Rabithah).

 

Segala Puji Bagi-Mu ya Rabbi, yang telah memilih mereka sebagai perantara hidayah-Mu untukku. Subhanallah, indah sekali skenario-Mu... sangat indah. Istiqomahkan kami dalam jalan-Mu wahai Rabb yang Maha Mencipta. Tetap saling mendo’akan ya kawan… semoga di bangku perkuliahan nanti aku mendapatkan teman yang sekeren kalian. Aminn.

 

“Katakan daku

Kau pilih mana

Indah depan ciptaan

Dan yang Menciptakan.”

(Milka Anggun.)

 

2 comments: